Lihat ke Halaman Asli

Indonesialah yang Membuat Kami Tahu Nikmatnya Beras

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_129533" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Tahun ini hari kemerdekaan RI jatuh di bulan Ramadhan, jauh-jauh hari telah terbayang olehku pastilah akan sangat sepi dan mungkin tidak ada perayaan-perayaan meriah yang akan diadakan di sekitar tempat tinggal kami maupun di tempat lain. Tidak akan ada acara panjat pinang, tidak ada balapan karung, tidak akan ada lomba makan kerupuk apalagi tarik tambang.

Setidaknya aku masih bisa menyaksikan perlombaan kecil di sekolah anakku, demikian pikiranku beberapa hari lalu. Namun dengan alasan mau lebaran, datang selembar pemberitahuan dari wali kelas anakku...sekolah akan diliburkan mulai besok. Tepat di hari kemerdekaan. Anakku tentu senang sekali, ia girang karena besok tak perlu lagi dipaksa bangun pagi.

Sebagian teman-temannya juga berperasaan yang sama, ketika sang mama bertanya apakah tidak ada acara yang akan diadakan di sekolahnya, maka sang anak akan menjawab " yang penting sekali merdeka, tetap merdeka ma...adek mau berenang di hari libur dan berteriak "Merdeka" dari papan seluncuran teratas lalu mencemplungkan diri ke kolam renang".

Ketika sang mama bertanya "apa kegiatan kita untuk merayakan hari 17-an itu pa?, supaya anak kita tahu bahwa hari itu adalah hari bersejarah". Sang papa dengan enteng menjawab " ya bacakan aja buku sejarah itu juga naskah proklamasi yang dibacakan oleh pak Soekarno itu". Kedengarannya sederhana namun meninggalkan rasa yang sulit terlukiskan di hati. Bukankah dari zaman kita mulai membaca kita telah diajarkan demikian, namun hari ini nampaknya semakin sering dibaca...semakin berkurang penjiwaan dan penghayatannya.

Ketika aku dengan iseng menelpon menanyakan kabar sang kakek yang kini berusia 78 tahun di kampung (desa Rambayan Kal-Bar), kakekku berkata ia baik-baik saja. Dan ia bertanya apakah kami di sini (Batam) telah memasang bendera di depan rumah atau umbul-umbul?. Saya katakan baru akan di pasang, karena dari kemarin-kemarin gak sempat membeli tiang benderanya.

Sang kakek dari ujung telepon menghempaskan nafas sedikit kuat " kalian tahu akung saja sudah dari beberapa hari yang lalu memasangkan bendera di mana-mana, bukan hanya di depan rumah bahkan di tiang antena tv pun akung sendiri yang memasangkannya".

"Apa akung manjat sendiri?, di mana emangnya si achung (adik sepupuku)? akung sudah sakit-sakit kakinya kok masih manjat sendiri?".

"Di sini kami semuanya sibuk menyiapkan bendera-bendera kami, umbul-umbul... menghias dan membuat beberapa rangkaian bernuansa merah putih untuk menghias desa, jadi siapa yang bisa akung suruh untuk memasangkan bendera itu, kalau gak akung sendiri".

"Wau, pasti keren ya kung bernuansa merah putih semua...".

"Iya seharusnya merah putih, tapi karena bendera akung ini sudah lama maka warnanya telah pudar menjadi orange putih, tapi gak papa yang penting semangatnya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline