Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

Sai Khalib, Teh Susu ala Arab

Diperbarui: 30 Desember 2023   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Orang Saudi menyebutnya dengan Sai Khalib. Sai adalah Teh, adapun Khalib adalah Susu. Jadi Sai Khalib adalah Teh Susu ala Arab. Minuman panas yang pas dinikmati di musim dingin seperti sekarang.

Sampai sekarang saya tidak tahu apakah di Saudi juga ada perkebunan Teh seperti di Indonesia. Saudi mungkin mempunyai Kebun Kopi yang sudah berusia ratusan tahun di wilayah selatan. Namun rasanya Saudi tidak punya kebun Teh.

Karena itu beberapa kali iseng suka bolak-balik kotak teh celup yang banyak dijual di pasaran. Hanya untuk melihat darimana teh ini berasal. Dan sampai sekarang belum menemukan teh yang berasal dari dalam negeri Saudi. Semuanya dari luar.

Diantara teh di pasaran yang cukup terkenal ternyata Made In Jordan. Masih tetangga Saudi di Semenanjung Arabia, tapi dikenal sebagai daerah subur. Banyak menghasilkan produk pertanian.

Selain itu saya juga belum tahu apa perbedaan signifikan antara Teh dari Indonesia dengan Teh dari semenanjung Arab. Namun pastinya pasti ada kandungan yang berbeda. Seperti ketika beberapa waktu lalu seorang Barista Indonesia yang sudah cukup lama bekerja di Saudi memberi tahu salah satu perbedaan Kopi Saudi dan Kopi Indonesia. Selain ditambah rempah-rempah, perbedaan signifikan Kopi Arab dibanding Indonesia adalah kandungan kafein nya. Kopi Arab memiliki kandungan Kafein lebih tinggi dibanding Indonesia. Karenanya bila sudah minum Kopi Arab, siap-siap untuk melek semalaman.

Bila kita menilik riwayat Kopi di Arab serta kehidupan sosialnya, keterangan Barista Indonesia itu rasanya masuk akal.

Misalkan saja bila dilihat dari sisi sejarah. Disebutkan bahwa salah satu fungsi minum Kopi bagi orang Arab adalah supaya mereka bisa kuat berdzikir semalam suntuk. Ketika biji Kopi pertama kali datang dari Ethiophia ke Yaman, orang Yaman meminumnya supaya bisa ibadah semalam suntuk. Diantara para peracik dan penikmat Kopi adalah kaum sufi.

Begitu juga bila kita menilik kehidupan sosialnya. Dibanding Indonesia, sepertinya ritme kehidupan malam di Arab berdenyut lebih panjang. Supermarket baru tutup pada pukul 12 malam. Toko-toko di sebuah mall mungkin sudah tutup pada pukul 12 malam. Namun orang-orang terlihat masih lalu-lalang baik di food court, cafe atau area permainan.

Konon ritme kehidupan malam ini berjalan lebih lama lagi pada Bulan Ramadhan. Bagi yang fokus beribadah di bulan Ramadhan, maka selepas tharawih adalah waktu beribadah sampai shubuh. Bagi yang lainnya, malam adalah waktu bercengkrama atau melakukan aktivitas lainnya sampai Shubuh. Sebelum nanti tidur setelah shubuh dan jam kerja pun mundur.

Mungkin, sekali lagi mungkin, karena itu juga orang Arab menghitung perputaran waktu dengan berpatokan pada Bulan bukan Matahari. Selain memang siang yang terik di gurun tidak kondusif untuk memperhatikan Matahari, juga karena aktivitas malam berjalan cukup lama. Sekali lagi ini mungkin. Saya belum menemukan argumen ilmiah untuk membuktikan pendapat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline