Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

The Two Popes

Diperbarui: 14 Februari 2021   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Netflix.com

The Two Popes

Penonton film klasik "Silence of The Lamb" (1991) arahan Jonathan Demme, sehingga Jonathan meraih Academy Award karena film ini, pastinya dia tidak hanya akan mengingat Jodie Foster. Artis cantik lulusan Yale University yang juga meraih Academy Award karena peran utamanya di film ini. 

Kehadiran Anthony Hopkins adalah sisi lain yang membuat "Silence of The Lamb" menjadi lebih powerfull. Athony Hopkins tidak hanya membuat orang untuk menyimak "Silence of The Lamb" dari awal sampai akhir, tapi membuat orang tertarik menonton sekual berikutnya dari film ini.

Berperan sebagai seorang psikopat jenius (Hannibal), Hopkins hampir membuat banyak orang membolehkan dan membela laku seorang psikopat yang jelas-jelas kehidupannya mengancam nyawa banyak orang. Hopkins bukan hanya meraih award karena perannya ini, sekuel "Silence of The Lamb" berikutnya seperti Hannibal, Red Dragon atau Hannibal Rising justru secara konsisten memunculkan Hopkins bukan Jodie Foster. Padahal dalam film Hannibal, tokoh Clarice Sterling, yang sebelumnya diperankan Jodie Foster, muncul kembali.

Namun bukan semata karena Anthony Hopkins lah maka film Two Popes ini menjadi menarik. Dialog-dialog antara dua pemuka agama terkemuka, Kardinal Retzinger atau Paus Benediktus XVI (Anthony Hopkins) dan Kardinal Jorge Mario Bergoglio (Jonathan Pryce) yang kelak menjadi Paus Fransiskus membuat kita memahami persoalan pelik apa yang sedang dihadapi institusi keagamaan terkemuka seperti Vatikan. Sikap dan jalan hidup yang dijalani keduanya juga seperti memberikan gambaran kepada kita akan soalan apa yang dihadapi dua orang yang secara spiritualitas kerap dianggap diatas rata-rata kehidupan banyak orang.

Diluar dua hal diatas, maka yang tidak bisa dilupakan adalah cara dua pemimpin spiritual Agama Kristen ini berpolemik, menjalani pertentangan antara mereka dan sikap mereka terhadap pertentangan itu.

Dari sisi pemikiran dan sikap, sutradara Fernando Meirelles menggambarkan Paus Benediktus XVI sebagai pemimpin umat beragama yang konservatif. Paus Benediktus mengecam pandangan relativisme para ilmuwan yang kerap menggugat pandangan otoritas keagamaan manapun termasuk Vatikan, dan mengecam gay dan homoseksual. Paus Benediktus juga dianggap melindungi berbagai penyimpangan yang terjadi di Vatikan. Karena kecewa, seorang warga menyebut Paus Benediktus sebagai Nazi.

Berbeda dengan Paus Benediktus, Kardinal Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin spiritual yang sangat populer. Kepada Paus Benediktus, Kardinal Mario Bergoglio mendesakan berbagai macam agenda reformasi untuk Gereja dan tidak setuju dengan kemewahan Vatikan yang dipraktekan Paus Benediktus. Kardinal Bergoglio berdebat keras dengan Paus Benediktus perihal cara pandanganya ini.

Meski dikenal sebagai Agamawan, Kardinal Mario Bergoglio akrab dengan buku-buku Karl Marx atau Gramsci. Figur yang selama ini menjadi rujukan bagi masyarakat yang kerap menggugat otoritas keagamaan. 

Di tempat asalnya Buenos Airos, Kardinal Mario Bergoglio bukan hanya akrab dengan orang miskin, tapi juga pendukung timnas Argentina dan klub San Lorenzo. Bergoglio menjadikan sepakbola sebagai kesukaan masyarakat Argentina, sebagai bagian tidak terpisahkan dari ceramah keagamaannya di tengah orang-orang miskin. Mario Bergoglio juga mengerti bagaimana seharusnya menari Tango dan tahu lagu-lagu The Beatls.

Namun meski keduanya bersilang pendapat dan bersitegang tentang bagaimana seharusnya Vatikan, Paus Benediktus adalah orang yang sangat menghormati dan mendukung Kardinal Mario Bergoglio.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline