Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

Novel "Salah Pilih": Cara Berkonflik dengan Masyarakat

Diperbarui: 10 Agustus 2020   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Novel Salah Pilih ; Cara Berkonflik Dengan Masyarakat

Bagi generasi yang lahir dan sempat hidup cukup lama di masa Orde Baru, tentunya masih ingat bagaimana cara negara merepresentasikan orang pintar dan orang sukses. Melalui TVRI yang menjadi satu-satunya siaran televisi, negara sering merepresentasikan orang sukses sebagai orang yang datang dari orang miskin, kawasan kumh, daerah terpencil tapi dia orang ulet. Ketika sekolah dia belajar bersungguh-sungguh, ketika bekerja dia pekerja keras. Karena bersungguh-sungguh dan bekerja keras itulah dia kemudian sukses. Mempunyai harta banyak atau kedudukan tinggi.

Tidak ada yang salah dengan gambaran seperti itu. Karena memang kerja keras, baik itu ketika belajar maupun bekerja, selalu menjadi variable penting pembentuk kesuksesan. 

Namun gambaran negara tentang kesuksesan dan kepintaran yang melulu mesti diraih dengan kerja keras, menyembunyikan peran dan fungsi negara untuk membuat warganya pintar dan sukses. Karena kepintaran dan kesuksesan mesti ditopang dengan kehidupan ekonomi keluarga yang mapan sehingga bisa memberikan asupan gizi yang mendukung, serta struktur kekuasaan yang mendukung kesuksesan setiap orang.

Gambaran lebih lengkap tentang faktor kesuksesan diatas tidak direpresentasikan negara. Karena bila kesuksesan digambarkan seperti ini, maka persis pada titik inilah kelemahan negara terlihat. 

Pemerintah Orde Baru bukan hanya gagal menghadirkan kemakmuran bagi keluarga Indonesia sehingga keluarga di Indonesia juga gagal bisa memberikan asupan gizi yang baik kepada anak-anaknya, tetapi struktur kekuasaan pun tidak mendukung terbentuknya kesuksesan dari semua kalangan. Orde Baru dengan KKN nya, hanya bisa mengangkat kesuksesan bagi sebagian orang saja.

Dalam hal ini, novel Laskar Pelangi mungkin adalah contoh yang relatif lebih lengkap tentang bagaimana kecerdasan dan kesuksesan itu didapat. Sebagaimana diketahui, Ikal sebagai tokoh utama dalam novel ini adalah anak yang sukses. Meski dia terlahir dan hidup dalam keluarga miskin. Kesuksesannya bukan karena dia pintar saja, tapi juga mau bekerja keras untuk meraihnya. Melawan segala kesulitan yang dihadapi seorang anak yang datang dari keluarga miskin di daerah terpencil.

Namun dalam novel ini juga terdapat tokoh lain bernama Lintang. Seorang anak yang juga pekerja keras seperti Ikal, tapi memiliki kecerdasan melebihi Ikal. Namun hidupnya tidak sukses. Lintang tidak bisa melanjutkan sekolah ke Eropa seperti Ikal, dan kembali ke kampung untuk mencari sesuap nasi karena kemiskinan akut. 

Lintang harus bekerja keras untuk mencukup kebutuhan adik-adiknya yang diwarisi kemiskinan oleh orang tuanya yang sudah meninggal. Selain itu, Lintang juga berhadapan dengan struktur kekuasaan yang eksploitatif. Lintang tidak bisa maju hanya dengan mengandalkan kecerdasan yang dia miliki.

Dalam kerangka inilah mungkin kita bisa memahami corak sastra klasik yang dihadirkan Balai Pustaka. Sebuah priode sastra Indonesia yang muncul pada tahun 1920 dimana karya-karya sastra nya diterbitkan oleh Balai Pustaka. Sebuah penerbit yang dibentuk pemerintah Belanda atas nama Commissie voor de Inlansche School en Volkslectuur, komisi untuk bacaan rakyat.

Dalam novel-novel yang diterbitkan Balai Pustaka, selalu hal yang kita temukan adalah kritik terhadap adat. Novel-novel seperti Sitti Nurbaya, Azab dan Sengsara, Katak Hendak Menjadi Lembu, Salah Pilih dll, adalah sastra yang mengurai sisi negatif adat yang dianggap penghambat kemajuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline