Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

Deoxyribo Nucleid Acid Perguruan Thawalib Padang Panjang: Lintasan Pemikiran Atas Almamater

Diperbarui: 20 Juni 2020   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Deoxyribo Nucleic Acid Thawalib Padang Panjang:
Lintasan Pemikiran Atas Almamater

Mulanya adalah pengajian tradisional di Surau Jembatan Besi Padang Panjang di akhir abad 19. Pengajian surau yang sekarang dikenal sebagai Masjid Jembes, Masjid Jembatan Besi, para murid berkumpul mengelilingi guru nya. Tidak ada kelas, tidak ada pembatasan umur juga tidak ada kurikulum. Semua murid, semua umur berkumpul bersama mengkaji satu kitab dibawah bimbingan seorang guru.

Pola tradisionil ini sepertinya menjadi bahan pemikiran beberapa tokoh. Abdul Karim Amarullah, Abdullah Ahmad, dan Zaenuddin Labay El Yunisi mempunyai ide untuk mereformasinya. Memasuki abad 20, tahun 1911, ketiganya lalu memperkenalkan sistem pendidikan terbaru. Dalam sistem baru, diperkenalkan sistem kelas, ranking, juga kurikulum dibawah nama Perguruan Thawalib Padang Panjang.

Meski mungkin tidak akurat dan terkesan berlebih-lebihan, Sunil Soraya dalam film Tenggelamnya Kapal van der Wijk, menggambarkan kemodernan Thawalib Padang Panjang dalam bentuk santrinya yang sedang menerima raport dan berpakaian Jas. Tenggelamnya Kapal van der Wijk sendiri adalah adaptasi dari Novel berjudul sama karangan Buya Hamka, anak dari Abdul Karim Amarullah pendiri Thawalib. Dalam Novel itu, Buya Hamka menyematkan Zainudin sebagai pemuda ahli Agama lulusan Pesantren Thawalib.

Pastinya akan ada banyak tafsir spekulatif kenapa sistem ini menjadi landasan utama. Karena pendirinya adalah para agamawan, bisa jadi pendekatan sistem ini adalah manifestasi pemahaman pendirinya pada Quran Surat As-Shaf ayat 4 yang mengingatkan bahwa: "Innallha yuibbullana yuqtilna f sablih affang ka`annahum bun-ynum mar", Bahwa Allah itu menyukai hambanya yang berperang di jalan-Nya dengan cara berbaris rapi seperti bangunan kokoh yang saling menguatkan satu dengan lainnya.

Bisa juga ada tafsir spekulatif lainnya. Bahwa pendekatan sistem ini diambil dari sejarah perjuangan umat Islam masa Nabi dan masa-masa awal pasca Nabi meninggal. Dimana menurut banyak sejarawan, karakter dasar perjuangan Islam pada waktu itu adalah adanya pengorganisasian yang tertata dengan rapi dan sistematis.

Lepas dari ragam tafsir yang muncul, berpuluh tahun kemudian pentingnya pendekatan sistem ini mendapat rujukan secara teoritik. Ada banyak riset dari universitas di Barat tentang pentingnya pendekatan sistem dalam mencetak manusia unggul. Misalnya seperti ketika Beatrice G. Schultz dalam bukunya Communicating in The Small Group mengurai teori-teori Leadership.

Menurut Schultz, awalnya para akademisi mencoba meneliti para pemimpin dunia seperti Napoleon Bonaparte, Hitler untuk melihat seperti apakah pemimpin itu. Akhir dari penelitian ini menyimpulkan bahwa seorang pemimpin itu tidak mempunyai ciri dasar yang menjadi pegangan. Berperawakan tinggi dan gagah memang akan melahirkan penghargaan bagi khalayak banyak. 

Sesuatu yang dibutuhkan seorang pemimpin. Namun Napoleon justru berbadan pendek tapi diantara pemimpin yang diperhitungkan. Karenanya menurut para peneliti, seorang pemimpin itu sudah lahir dari sananya. Kepemimpinan itu bawaan.

Dalam sepakbola misalnya. Maradona adalah seorang pemimpin. Dia bukan hanya berhasil membawa negaranya juara dunia dan setiap klub yang dia bela berprestasi, tapi juga bisa membawa Sepakbola menjadi lebih atraktif. Namun postur Maradona itu pendek, perutnya cenderung buncit, dan perilakunya ugal-ugalan. Bikan tipikal olahragawan. Hal yang bisa menjelaskan fenomena Maradona adalah karena dia memang terlahir untuk Sepakbola. Darisananya dan sudah bawaan. Trait approach, pendekatan bawaan. Begitu para peneliti menyebutnya.

Pasti ada banyak pertanyaan terhadap Trait Approach. Seperti, kalau pemimpin dilahirkan, berarti kita hanya pasif menunggu perubahan sosial. Karena perubahan sosial selalu membutuhkan pemimpin. Pertanyaan ini koheren dengan penelitian berikutnya. Bahwa dilihat dari situasi maupun fungsi, teridentifikasi karakter-karakter seorang pemimpin yang pada dasarnya bisa dibentuk. Seperti pemimpin itu pengayom, visioner, dan komunikatif. Train approach, begitu orang menyebut temuan ini. Karena menurut perspektif ini pemimpin itu bisa dibentuk melalui proses training dan pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline