Lihat ke Halaman Asli

Delianur

TERVERIFIKASI

a Journey

Roman Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai: Perlawanan Samar Atas Kolonialisme

Diperbarui: 30 Mei 2020   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak seperti Marxisme klasik yang menganggap infrastruktur sebagai basis perubahan sosial, Louis Althusser seorang revisionis Marx menganggap justru suprastruktur lah yang menjadi basis perubahan sosial. Karenanya cara sebuah kekuasaan melanggengkan dirinya bukan hanya dengan menguasai dan memperbesar faktor-faktor produksi (ekonomi), tapi juga kontrol terhaap idiologi dan legal-politis.

Sebagaimana diketahui, pandangan dunia Marx melihat dunia ini terbagi dalam dua hal, suprastruktur dan infrastruktur. Dalam konteks perubahan sosial, menurut Marx infrastruktur lah yang menjadi dasar perubah bukan sebaliknya. Hal inilah yang dibalik Althusser

Berdasar pandangan inilah kemudian Althusser memperkenalkan istilah RSA, Represif State Aparatus dan ISA, Idiological State Aparatus. RSA adalah aparat negara yang bertugas melanggengkan kekuasaan dengan cara represif seperti Polisi, Tentara atau Pengadilan.

RSA inilah yang fungsinya terlihat begitu jelas dalam kehidupan kita. Utamanya bila ada konflik terbuka antara negara dan masyarakat. Sementara ISA adalah aparat idiologis negara seperti Sekolah, Lembaga Keagamaan, Pers atau Lembaga Penerbitan yang juga bertugas menjaga kelanggengan kekuasaan namun bekerja lebih private, tersembunyi dan sublim.

Diantara masa kolonialisme, tanam paksa adalah diantara priode kolonalisme yang tidak bisa dilupakan. Politik tanam paksa bukan hanya menyengsarakan dan memakan korban ratusan ribu nyawa rakyat Indonesia, namun juga berhasil menyelematkan ekonomi Belanda.

Berdasar situasi ini, munculah kelompok etis di parlemen Belanda. Dimotori Van Deventer, politisi Belanda, kelompok etis meminta pemerintah Belanda untuk lebih terbuka terhadap kondisi warga Bumiputera yang menderita dan terbelakang.

Berdasar kritik Van Deventer inilah Ratu Wilhelmina pun memperkenalkan politis etis, atau politik balas budi terhadap penduduk Bumiputera.

Politik etis ini memperkenalkan 3 program, strategis atau Trias Van Deventer, yaitu ; Irigasi, Imigrasi, dan Edukasi. Irigasi adalah program perbaikan ekonomi melalui perbaikan saluran air untuk mendukung aktivitas bercocok tanam.

Imigrasi adalah upaya mengajak masyarakat bertransmigrasi untuk memperbaiki kehidupan ekonomi. Sedangkan Edukasi adalah upaya memperbesar upaya pendidikan dan pengajaran bagi warga Bumiputera.

Namun karena ingin melanggengkan kekuasaannya, pemerintah Belanda menyimpangkan ide politik etis. Irigasi dibangun hanya untuk perkebunan-perkebunan milik Belanda.

Imigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk Jawa ke perkebunan-perkebunan Belanda untuk kembali bekerja rodi. Seperti mengirim ke perkebunan Belanda di tanah Deli atau Suriname.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline