Saya mungkin termasuk orang yang masih bingung dengan fenomena berikut ini. Masih mencari sebabnya apa. Adapun bila dibawah ini ada berbagai prediksi, itu baru sangkaan saja. Kebenarannya masih perlu dicek beribu kali.
Sebagaimana kita ketahui bahwa rezim Orde Baru adalah rezim otoritarian. Salah satu cirinya adalah kontrol dan monopoli terhadap media. TVRI dan RRI yang jelas-jelas milik negara, jelas berada dalam kontrol pemerintah. Isi keduanya, mesti selaras dengan isi kepala pemerintah. Sementara media cetak, meski dia adalah institusi swasta, tetap saja tidak dikontrol pemerintah.
Selain kuatnya negara sehingga ada budaya telepon untuk menegur pimpinan media, negara juga waktu itu memberikan subsidi kertas untuk media. Sehingga media tidak hanya tunduk secara politik, tapi juga bergantung secara ekonomi.
Namun kalau kita ingat bagaimana Orde Baru menyampaikan informasi melalui media, jubir-jubir nya selalu berbicara dengan hati-hati, tidak seenaknya sendiri, dan seperti takut salah. Saking hati-hati nya, kita sering merasa bosan dan kesal kalau mendengarkan informasi dari pemerintah.
Almarhum Moerdiono sebagai Mentri Sekretaris Negara, kalau berbicara di depan media itu pelan-pelan, terbata-bata dan monoton. Begitu juga dengan Harmoko sebagai Mentri Penerangan.
Kalau dia berbicara di depan kamera tivi, selalu membawa catatan. Segala macam harga cabai, beras, bawang, disampaikan secara detail. Rasanya waktu saya kecil, harga petai sama jengkol saja yang tidak disampaikan Harmoko.
Mestinya kalau media sudah dalam kontrol pemerintah, mereka itu kalau mereka berbicara tidak perlu hati-hati seperti itu. Bicara saja seenaknya. Kalau salah toh tinggal dikoreksi atau medianya mereka telepon. Tetapi ternyata tidak seperti itu.
Sekarang kita berada di Orde Reformasi. Seperti yang kita ketahui, sekarang ini pemerintah sudah tidak bisa lagi mengontrol media. Media bisa mengatakan apa saja yang mereka inginkan.
Kalaupun pemerintah mau mengkontrol media, butuh effort lebih dan harga mahal untuk melakukan. Lagipula di zaman bertautnya internet dan media sosial, kalaupun media konvensional dikontrol pemerintah, publik mempunyai sumber lain untuk mencari informasi.
Namun pada masa saluran informasi tidak bisa dikontrol oleh pemerintah serta banyaknya sumber informasi seperti sekarang ini, kita justru melihat juru bicara pemerintah seperti tidak berhati-hati bila berbicara.
Juru bicara yang satu mengatakan bahwa virus corona itu tidak bisa hidup di negara tropis seperti Indonesia. Juru bicara yang lain mengatakan bahwa tidak ada negara di dunia yang siap menghadapi wabah corona.