Lahir di Cordova pada 520 H/1126 M atau 15 tahun setelah wafatnya Imam Ghazali, Ibn Rusyd adalah salah satu filsuf muslim terkemuka abad pertengahan. Di Barat, Ibn Rusyd dikenal sebagai "penafsir atau "Commentator", yakni penafsir pemikiran Aristoteles. Ibn Rusyd memang dikenal sebagai filsuf muslim yang sangat Aristotelian dan darisanalah dia menemukan basis rasionalismenya.
Karena dikenal sebagai seorang penafsir Aristoteles, bersama filsuf Muslim lainnya Ibn Rusyd sering disebut sebagai pemikir yang tidak original. Seperti yang dikatakan oleh Bertrand Russel, seorang filusuf Inggris terkemuka. Namun menurut Russel, ini dikarenakan karena para filsuf Muslim menganggap agama Islam sebagai sistem pandangan hidup yang lengkap.
Karenanya mereka sama sekali tidak bermaksud membuat tandingan kepada agama Islam seperti yang disalah pahami oleh tokoh agama konservatif.
Bahkan sepertinya Russel menganggap justru inilah kelebihan dan konstribusi dari para filsuf Muslim seperti Ibn Rusyd. Filsafat Yunani dikenal sangat kaya dan indah, namun tidak menghasilkan pengetahuan (science). Para filsuf Muslim inilah yang melengkapinya dengan ilmu pengetahuan sehingga menjadi jauh lebih bermanfaat.
Ibarat pohon, filsafat Yunani adalah pohon yang rindang, tetapi tidak menghasilkan buah yang bisa dimakan. Buah inilah yang dilahirkan oleh para filsuf Muslim itu.
Karenanya menurut Bertrend Russel kalau tidak karena jasa filsuf Muslim itu, Eropa yang Kristen tidak akan beranjak dari kegelapannya yang semula, tidak akan menembus Zaman Renaisance, kemudian masuk ke Zaman Modern seperti sekarang. Hal senada dikatakan Max Dimont seroang pakar kebudayaan Yahudi.
Menurut Dimont orang-orang Islam, dibantu oleh orang-orang Yahudi, telah menembus jalan buntu filsafat, kemudian menerobos berbagai jalan baru ilmiah yang sampai sekarang ini tetap merupakan bagian integral science modern.
Namun di tengah-tengah masyarakat Muslim, timbul pertanyaan yang sangat sederhana. Kenapa nama Ibn Rusyd ini di Barat dikenal dengan nama Averroes sebagaimana nama filsuf Muslim lainnya yang juga berubah nama. Seperti Ibnu Sina menjadi Avicenna atau Ibn Khaldun menjadi Abenjaldun?
Salah seorang pemikir muslim Indonesia, Almarhum Nurcholish Madjid, pernah menyinggung hal ini dalam salah satu bukunya berjudul : Kaki Langit Peradaban Islam. Dalam buku ini Almarhum tidak hanya mengurai sisi tekhnis penterjemahan yang sangat menentukan dari perubahan nama, tetapi juga melihat pada dimensi sosial dibalik proses transliterasi itu.
Menurut almarhum, jika ada pendekatan sederhana namun efektif untuk menggambarkan hubungan antara Ibn Rusyd dengan filsafat serta pengaruhnya kepada peradaban manusia, barangkali dengan cara menelusuri bagaimana nama pribadi filsuf ini berkembang dalam dunia peradaban umat manusia.
Namanya yang sebenarnya tentu saja ialah, dalam huruf latin transliterasi Indonesia, Ibn Rusydi. Secara awam dibaca Ibnu Rusyd. Hanya dengan nama itulah filsuf itu dikenal di kalangan orang-orang Muslim. Penulisan nama Ibn Rusyd disebabkan kuatnya pengaruh bahasa Arab, termasuk kepada bangsa-bangsa Muslim yang tidak menggunakan huruf Arab untuk bahasa nasional mereka seperti Indonesia (menggunakan huruf latin), Bangladesh (huruf Bengali) dan Turki (huruf Latin).