Semarang-Mahasiswa KKN MIT DR 13 UIN WALISONGO SEMARANG Kelompok 37 mengadakan webinar bertemakan "Refleksi Gender Untuk Mewujudkan Anti Kekerasan Seksual", Rabu (2/02/2022).
Webinar ini dilatarbelakangi dengan maraknya kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi kepada wanita di Indonesia yang dilakukan oleh oknum pria.
Webinar tersebut mengundang narasumber inspiratif Adhaniar Mardianti, seorang penggiat PILAR (Pusat Informasi dan Layanan Remaja) PKBI Jateng, dengan opening speech oleh Ibu Naila Fikrina Afrih Lia, M.Pd, DPL KKN Kelompok 37 UIN Walisongo Semarang, dimoderatori oleh Siti Nuraisyah, anggota KKN Kelompok 37, dan dihadiri oleh kurang lebih 70 peserta dari berbagai universitas.
Webinar ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi tentang kesetaraan gender agar semakin banyak orang yang paham arti dari gender itu sendiri sehingga tidak ada lagi diskriminasi satu sama lain , juga sebagai upaya untuk menghentikan dan menghindari terjadinya kekerasan atau pelecehan seksual. Karena ketidaksetaraan gender bisa menjadi awal mula dari terjadinya pelecehan seksual.
Kekerasan Berbasis Gender (KBG) adalah istilah yang memayungi setiap perilaku membahayakan yang dilakukan terhadap seseorang berdasarkan aspek sosial termasuk gender yang dilekatkan oleh masyarakat yang membedakan antara laki- laki dan perempuan.
Adhaniar menyebutkan bahwa, "Sebenernya selain penyebab dari kekerasan berbasis gender ini macem-macem, ada budaya patriarki, konstruksi sosial atau faktor sosial dan penggunaan relasi kuasa yg tidak seimbang".
"Di Indonesia sendiri selama ini kita dengar beritanya baik di media sosial, televisi, dan segala lainnya itu kita lebih sering mendengarnya korbannya adalah perempuan. Tapi itu tidak menutup kemungkinan mata kalo kekerasan terhadap laki-laki juga ada banyak dan juga minoritas seksual lainnya."
Narasumber juga menyebutkan tentang macam-macam kekerasan berbasis gender, diantaranya:
1. Kekerasan fisik,
2. Kekerasan emosional,
3. Kekerasan ekonomi,
4. Kekerasan seksual,
5. Kekerasan pembatasan aktifitas.
Namun, banyak dari sisi korban banyak yang memilih untuk tidak mencari bantuan atau melakukan pelaporan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya. Hal tersebut terjadi karena adanya beberapa hambatan, yaitu:
1. Takut akan stigma dan diskriminasi,
2. Dipersalahkan,
3. Takut tidak dipercaya,
4. Takut dibalas,
5. Pihak berwajib yang tidak efektif,
6. Sikap tenaga kesehatan yang kurang mengerti korban.
Sebenarnya apa yang bisa dilakukan oleh korban?
Korban bisa melakukan pelaporan dan rujukan ke layanan kesehatan, layanan psikososial, lembaga hukum yang ada di daerah setempat.
Dan pada penutup acara webinar tersebut, Adhaniar Mardianti memberikan kesimpulan dan closing statement bahwa,
"Pentingnya kita untuk mendengar dan mengetahui sudut pandang dari korban pelecehan seksual selain itu, kekerasan juga bisa terjadi karena kurangnya pemahaman yang baik mengenai gender. Sebagai remaja kita memiliki peran untuk bisa terus menyuarakan dampak kekerasan salah satunya melalui kampanye."