Lihat ke Halaman Asli

Silang Sengkarut Pendidikan Moral di Indonesia

Diperbarui: 17 September 2015   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati-hati menyebut kata moral. Kenapa? Auranya magis. Seorang guru taekwondo sudahlah pasti ngerti soal jurus taekwondo, seorang guru ngaji sudah pasti bisa ngaji, guru renang nggak bisa renang? Guru kimia juga pasti paham betul tentang rumus kimia. Lalu apa hubungannya dengan moral yang magis itu? Iya, sekarang kita memasuki zaman guru ngajari moral tapi sikapnya tidak bermoral.

Indikasinya apa?, biar valid coba baca berita-berita kriminal disinidisini, atau disini. Masih banyak lagi contoh kasus, baik yang saya ketahui, maupun yang teman-teman ketahui. Kalau sudah begitu apa yang salah dari Ilmu Moral yang diajarkan di Indonesia?. Kenapa hasilnya bisa seperti ini?.

Saya pernah bercerita panjang lebar tentang Ilmu Moral di jaman saya sekolah yang dipadukan dengan ilmu Kewarganegaraan kemudian diberi naman PPKN. Tapi, pelajaran Ilmu Moral yang diterapkan di Indonesia sampai saat ini tidak mampu menyentuh esensi dari paktek ilmu moral. Sampai saat ini pelajaran moral masih seputar pengertian, pertanyaan abecede, hingga sekedar ujian-ujian tertulis.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa memang keteladanan lah komponen terpenting dari tumbuh kembang-nya moral pada setiap manusia. Seseorang yang tinggal dalam keluarga yang pemabuk, pencuri, dan ia tidak bersekolah, bermain dengan anak-anak lain yang orang tuanya residivis dan penuh masalah juga, barang pasti anak tersebut tumbuh dengan moral yang buruk. Kenapa? Ketiadaan sosok teladan disana.

Hmm.. Jadi kalau semua komplain kenapa generasi muda sekarang moralnya bobrok? Iya, itu potret dari contoh apa yang dipamerkan generasi diatasnya. Jika guru sibuk memarahi anak yang kenakalannya menyalahi nilai-nilai moral, yah baiknya bercermin terdahulu, lalu lihat lingkungan tempat anak itu berinteraksi.

Sama hal dengan komentar saya pada teman-teman atau katakanlah satu generasi dengan saya. Mereka kerap berkata bahwa generasi sekolah seperti sd, smp, dan sma jaman sekarang benar-benar buruk etika-nya. Langsung saja saya balikkan perkataan itu dengan pertanyaan pada mereka mereka, sudah kah mereka menjadi contoh yang baik bagi mereka? atau sudahkan generasi kita menjadi teladan yang baik untuk bisa mereka tiru?

Sampai disini tidak sulit rasanya mencari rekan sepaham atau katakanlah menyetujui apa yang saya sampaikan. 

Yang sulit itu meyakinkan kita semua bahwa masih ada harapan untuk mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang dengan moral yang luhur. Karena kalau memang moral adalah project turun temurun, maka memperbaiki generasi saat ini harus terlebih dahulu mengubah generasi sebelumnya (saya ambil generasi muda). Dan jangan berharap generasi selanjutnya bermoral jika generasi sekarang tidak segera diubah. Apakah benar seperti itu?

Iya, benar. Sangat sulit. Itulah mengapa tidak ada satupun Negara di dunia ini yang bebas dari orang tak bermoral. Tapi kabar baiknya, jika perilaku negative begitu cepat menular ke orang lain, maka perilaku positif juga demikian. Yang terpenting saat ini kita semua menyadari, bahwa jika ingin generasi dibawah kita menjadi generasi yang baik, maka mulai sekarang berperilakulah yang baik dan berperilaku sebagaimana kalian inginkan generasi kalian melakukannya.

Jika yang diatas tampak begitu mudah, karena hanya memulai melakukan hal baik, terus dilakukan kemudian menjadi kebiasaan, kebiasaan  diperrtahankan menjadi karakter dan jika karakter itu baik maka akan menularkan perilaku baik ke yang lain. Sebenarnya ada satu komponen penting lagi dari instalasi sebuah moral dikehidupan masyarakat. Dan kali ini memang rada rumit. Itu adalah Keimanan.

yang tidak kalah penting dari keteladanan dan tidak bisa dipisahkan. 
Kenapa? Karena semakin beriman seseorang maka semakin baiklah moralnya. Iya, saya masih berkeyakinan semua agama mengajarkan kebaikan. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana jika ada seseorang yang dari luar kelihatan begitu beriman tapi terakhir diketahui ternyata sifat dan karakternya tidak bermoral? Jawabannya sederhana, ia tidak beriman. Atau keimanannya palsu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline