Lihat ke Halaman Asli

Guru dan Murid yang Kandas literasi

Diperbarui: 16 Mei 2024   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di era digital yang serba cepat ini, tantangan literasi tidak hanya menimpa siswa, tetapi juga para guru yang seharusnya menjadi agen utama dalam mendidik generasi penerus. Ironisnya, banyak guru dan siswa kini mengalami "kandas literasi", di mana kemampuan dan minat membaca serta menulis mereka menurun drastis akibat beban administrasi dan tugas-tugas yang memburu mereka setiap hari. Fenomena ini berakar dari beberapa faktor yang saling berkaitan, menciptakan siklus yang sulit diputus.

Guru: Terjebak dalam Administrasi

Guru, yang seharusnya fokus pada pengembangan kompetensi siswa, kini sering kali terjebak dalam tumpukan berkas dan administrasi. Kewajiban untuk menyelesaikan laporan, rencana pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, dan berbagai dokumen lain menguras waktu dan energi mereka. Akibatnya, waktu yang bisa digunakan untuk mengembangkan bahan ajar yang menarik dan inovatif, serta memperkaya diri dengan literasi, menjadi sangat terbatas. Tekanan administratif ini membuat guru lebih memilih mencari hiburan yang ringan dan instan, seperti menonton video di media sosial, untuk sekadar melepaskan penat.

Siswa: Dikejar Tugas-tugas

Di sisi lain, siswa juga tidak luput dari tekanan yang serupa. Tugas-tugas akademik yang menumpuk sering kali membuat mereka kewalahan. Alih-alih mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna, banyak siswa yang hanya fokus pada penyelesaian tugas demi nilai. Ketika akhirnya mereka menyelesaikan semua tugas tersebut, waktu yang tersisa sering kali digunakan untuk hiburan. Konsumsi konten video di media sosial menjadi pilihan utama, karena dianggap lebih santai dan menghibur dibandingkan membaca buku atau artikel yang lebih berat.

Media dan Hiburan: Peralihan dari Edukasi ke Hiburan

Pergeseran pola konsumsi informasi ini juga dipengaruhi oleh perubahan konten di media massa, terutama televisi. Tayangan televisi yang dulunya banyak memuat informasi edukatif kini lebih didominasi oleh konten hiburan. Program-program reality show, sinetron, dan acara hiburan lainnya lebih banyak menghiasi layar kaca, menggantikan tayangan-tayangan yang bersifat informatif dan edukatif. Hal ini mengakibatkan masyarakat lebih terbiasa dengan konten yang menghibur namun minim nilai edukasi.

Masyarakat: Percaya pada Video Singkat

Tidak mengherankan jika pada akhirnya masyarakat lebih percaya pada video singkat di media sosial dibandingkan membaca artikel atau buku yang memerlukan waktu dan konsentrasi lebih. Informasi yang disajikan secara visual dan singkat lebih mudah dicerna dan menyebar dengan cepat, meskipun sering kali tanpa verifikasi dan akurasi yang memadai. Fenomena ini mengkhawatirkan, karena menggerus budaya literasi yang sangat penting untuk perkembangan intelektual dan kritis masyarakat.

Membangun Kembali Budaya Literasi

Mengatasi masalah ini memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Sekolah dan lembaga pendidikan perlu mengurangi beban administrasi guru agar mereka dapat lebih fokus pada pengajaran dan pengembangan diri. Kurikulum yang lebih menekankan pada pembelajaran berbasis proyek dan diskusi daripada tugas-tugas monoton juga bisa membantu siswa menemukan kembali kesenangan dalam belajar. Media massa perlu menyadari peran mereka dalam memberikan informasi yang berkualitas dan edukatif. Dan yang tak kalah penting, masyarakat harus didorong untuk kembali menghargai dan menikmati literasi sebagai bagian penting dari kehidupan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline