Di atas adalah lirik dari sebuah lagu yang diciptakan oleh Ismail Marzuki dan sering kita dengar setelah TVRI menuntaskan program acaranya pada hari itu. Gambar pohon kelapa sendiri dapat ditemukan pada relief Candi Borobudur yang mempunyai makna kesuburan. Sedangkan masyarakat Makassar mengartikannya sebagai kesuburan, perdamaian, dan kekayaan. Entah kapan pohon kelapa tumbuh di Indonesia, pastinya sejak lama, ia telah hidup di mana-mana di Nusantara.
Pada akhir abad 19, kelapa dijadikan sebagai komoditas dagang dan diekspor ke luar negeri. Lantas, apa kabarnya kelapa di Indonesia saat ini?
Dikatakan Indonesia ialah negara paling tinggi penghasil kelapa di dunia, pada tahun 2016 sekitar 18.3 juta ton dihasilkan dari negeri ini [sumber: Worldatlas]. Ironinya, banyak pohon kelapa yang tidak produktif, replantasi yang berjalan lambat dan setiap tahunnya luas perkebunan kelapa hilang sekitar 25.000 hektar [sumber: APCC], digantikan dengan tanaman lain, seperti kelapa sawit. Saat ini luas perkebunan kelapa Indonesia sebesar 3.7 juta hektar, hasilkan 40 butir kelapa tiap pohonnya.
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Berbeda dengan India yang perkebunan kelapanya seluas 2 juta hektar, tapi tiap pohonnya mampu menghasilkan 110 butir kelapa. Srilangka luas perkebunnya sepertujuh dari luas kebun kita, dapat menghasilkan 70 butir kelapa per pohon per tahun. Indonesia masih mengeskpor komoditas kelapa, namun lucu pelaku-pelaku komoditasnya masih sukar mencari sumbernya di negeri sendiri.
Saat ditanya kepada beberapa pelaku industri di lapangan, mereka tahu Riau merupakan daerah penghasil terbesar kelapa di Indonesia, mereka bisa mendapatkannya dari sana, tapi biaya transportasi menjadi kendala. Bukan itu saja, malah tidak sedikit para pengolah minyak kelapa, briket [arang kelapa], dan santan kelapa yang tidak bertahan usahanya.
Bapak Tohir dan Bapak Ujang yang memproduksi VCO, juga mengatakan lamanya proses perijinan industri rumah tangga, sertifikasi halal, label PRT pada produk kemasan. Dalam waktu 4 bulan saja, urusan perijinan belum selesai. Anehnya, negara tetangga malah mempunyai sertifikasi halal padahal kelapanya diproduksi di Indonesia, mereka hanya menjual saja. Program pelatihan dan pendampingan, komunitas dan lembaga pun belum ada.
Lain lagi Sulatro yang bekerja di perusahaan penghasil nata de coco. Sebenarnya, mereka butuh 100 ton per bulan ditambah permintaan pelanggan baru 100 ton per bulan, keduanya diakumulasi menjadi 200 ton per bulan. Namun kesediaan air kelapa baru bisa memenuhi 30 ton per bulan. Pernah perusahaanya memberikan pelatihan cara pengolahan dan alat, mereka justru menjual produksinya kepada pasar lain dan menjual alat-alatnya. Menurutnya, banyak pengepul pada industri ini, yang sebenarnya tidak membuat petani maju kesejahteraannya.