Lihat ke Halaman Asli

Delanaira Rn

Universitas Islam Indonesia

Kenaikan PPN 12% di Tahun 2025: Untuk Apa Dana Ini Digunakan?

Diperbarui: 19 Januari 2025   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rencana kenaikan terhadap tarif Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut membuat adanya pro dan kontra. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan dan respon masyarakat terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi 12% pada tahun 2025. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif.

Adanya sistem perpajakan yang merupakan suatu sumber penerimaan negara yang memberikan dampak yang besar terhadap pergerakan perekonomian dan mendukung pembangunan infrastruktur.  Melalui sistem  perpajakan, Pemerintah menggunakan dana tersebut dengan tujuan untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Pajak tersebut juga dapat meningkatkan pengeluaran terhadap pembelian barang modal serta belanja rutin pada sektor swasta. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak dapat dihindari lagi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yaitu Airlangga Hartanto memastikan terkait tarif PPN akan naik pada tanggal 1 Januari 2025 yang dimana kenaikan PPN menjadi 12%. Kenaikan pajak tersebut akan meningkatkan pendapatan negara, namun di sisi lain juga akan meningkatkan inflasi, meningkatkan beban terhadap pengusaha serta menurunkan konsumsi terhadap masyarakat. Hampir dari 80% penerimaan yang didapat negara berasal dari pajak. 

PPN yang merupakan salah satu jenis pajak yang diambil oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. PPN yang dimaksud itu berbeda dengan pajak yang berada di pemerintah daerah seperti pajak di hotel, restoran, serta tempat hiburan. PPN yang dikenakan pemerintah pusat seperti dalam pembelian rumah, kendaraan bermotor, dan internet yang akan terkena pajak sebesar 12%.

Kenaikan PPN sebesar 15% disusun oleh Kabinet Indonesia Maju dibawah kepemimpinan  Presiden Indonesia yaitu bapak Jokowi yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan tersebut dinaikkan secara bertahap yaitu dari pada tanggal 1 April 2022 dari 11% dan akan naik menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025. Pemberlakuan terkait kenaikan ppn sebesar 12% akan memberikan dampak terhadap ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. Sesuai dengan pasal di atas bahwa kenaikan PPN ini berlaku bukan hanya pada barang yang mewah, namun barang non mewah juga berlaku.

Terdapat beberapa alasan pemerintah terkait kenaikan PPN  sebesar 12%. Kenaikan tersebut dapat meningkatkan pendapatan negara yang dimana PPN mempunyai peran dalam mendanai program pemerintahan, dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap utang. Pemerintah berupaya dalam mengurangi penggunaan utang negara dan juga menjaga perekonomian negara agar lebih stabil. 

Tarif PPN Indonesia yang berada di angka 11% yang kemudian akan menjadi 12% masih tergolong rendah dengan negara maju lainnya, dengan adanya kenaikan PPN tersebut juga bertujuan untuk penyesuaian dengan standar internasional. Menurut Kementerian Keuangan terkait rata-rata PPN seluruh dunia yang memiliki tarif PPN sebesar 15%, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dibalik keuntungan dari adanya kenaikan terhadap pajak, terdapat kerugian yang akan dirasakan oleh negara. Kenaikan pajak tersebut dapat menurunkan konsumsi masyarakat sebesar 3,2%  dan juga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga dapat menuruni upah minimum (UMP). Meskipun adanya penyesuain tarif, pemerintah tetap menjamin terhadap beberapa barang yang dibebaskan dari PPN, seperti barang-barang kebutuhan pokok dan juga terdapat jenis jasa tertentu yang terbebas dari PPN, yaitu jasa pendidikan, kesehatan, sosial, dan asuransi.

Adanya perhitungan terkait persentase terhadap kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% yang dimana masih membuat masyarakat bingung. Sebenarnya, kenaikan PPN bukan sebesar 1%, tetapi sebesar 9%. Kenaikan terhadap tarif PPN tersebut bukan dilihat dari persentase kenaikannya, tetapi harus dilihat dari selisih harganya.

Banyak masyarakat yang menolak kenaikan PPN menjadi 12%. Kenaikan PPN tersebut akan semakin membebani terhadap masyarakat dan juga melemahkan aktivitas wisatawan. Tarif PPN yang tinggi akan membuat adanya kenaikan terhadap harga barang dan jasa yang dapat meningkatkan biaya hidup. Hal tersebut tentu dapat menjadi tantangan terhadap rumah tangga yang memiliki penghasilan rendah dan memungkinkan akan mengalami penurunan terhadap pengeluaran serta konsumsi konsumen.

Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 mendatang  dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan menyesuaikan tarif PPN dengan standar internasional. Kenaikan PPN diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mendanai program infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, kebijakan ini memberikan dampak yang negatif terhadap  daya beli masyarakat, terutama bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah. Hal ini juga dapat membuat kenaikan harga, menurunkan tingkat konsumsi, dan juga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Meskipun kebijakan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan ekonomi, pelaksanaannya harus tetap diawasi dan juga dievaluasi, agar kebijakan tersebut memberikan manfaat positif bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, setelah pergantian tahun yaitu pada tahun 2025 sekarang, Presiden Indoensia yaitu bapak Prabowo memutuskan bahwa kenaikan PPN sebesar 12% hanya berlaku pada barang yang mewah saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline