Lihat ke Halaman Asli

Aurelia ZaraAdela

Wanita Indoensia

Dampak Eksternalitas Negatif dari Produksi Pengalengan PT Maya di Muncar, Banyuwangi

Diperbarui: 30 Mei 2019   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kecamatan Muncar merupakan Bandar ikan laut terbesar kedua setelah Bagansiapiapi. Berdasarkan penghitungan unit pengolahan pelabuhan perikanan pantai (UP4) Kecamatan Muncar, setiap hari ikan yang dibongkar di Muncar minimal 61,22 ton dan sekitar 90% dipasok ke industry pengolahan ikan setempat. Menurut data statistika di secretariat unit pengelolahan pelabuhan perikanan panatai (UP4), Muncar merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur, dengan produksi ikan tahun 2012 sebesar 10.813,422 ton. Tingginya potensi perikanan di Kecamatan Muncar akan direncanakan menjadi kawasan minapolitan.

Melimpahnya sumber daya alam ikan, memicu berdirinya industry perikanan, mulai dari produksi pengasinan ikan, tepung ikan, pakan udang, sampai produksi pengalengan ikan yang biasa disebut dengan sarden sampai pemanfaatan limbah pabrik yang menjadi minyak ikan. Kegiatan- kegiatan inilah yang menjadi tonggak perekonomian masyarakat Kecamatan Muncar Banyuwangi.

Banyaknya tangkapan ikan khususnya ikan sarden atau lemuru membuat industry berskala nasional membangun pabrik pengalengan ikan sarden, terdapat 10 perusahaan pengalengan ikan berskala nasional di Kecamatan Muncar. Salah satu pabrik pengalengan ikan terbesar di Muncar adalah PT. MAYA MUNCAR. Dimana PT. MAYA MUNCAR merupakan perusahaan pertama yang mempunyai IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) pada tahun 2010. Dan PT. MAYA MUNCAR merupakan perusahaan pengalengan ikan yang memproduksi produk ikan kaleng secara independen tanpa ada perusahaan lain yang hanya ikut menumpang dalam memproduksi produk- produk ikan kaleng karena alas an ketersediaan bahan baku yang melimpah. Namun, lima tahun sesudahnya, kondisi perikanan Muncar memburuk. Nelayan mengalami paceklik ikan, hasil tangkapan ikan nelayan mengalami fluktuasi. Jumlah tangkapan cenderung menurun hingga saat ini. Dimana di tahun 2010 hasil tangkapan ikan lemuru sebesar 17.717,764 ton, kemudian tahun 2011hingga saat ini mengalami penurunasn yang sangat drastic yaitu rata- rata sebesar 1.600 an ton pertahunnya. Faktor penyebab penurunan hasil tangkapan ikan di Muncar yaitu karena faktor cuaca, pemanansan global, dan Selain itu penurunan hasil tangkapan ikan menurut (http://bayuwangi.asia/posttag/sociology/muncar. Diakses 1 Desember 2012) disebabkan oleh pencemaran air laut yang terjadi karena limbah dari PT. Indo Multi Niaga yaitu perusahaan penambangan emas di kawasan gunung Tumpang Pitu, kecmaatan Pesanggaran. Pencemaran air laut menyebabkan ikan- ikan mati di Kecamatan Muncar. Dimana ikan lemuru merupakan bahan baku utama dalam produksi pengalengan ikan PT. Maya Muncar, secara teori dalam penelitian terdahulu bahan baku mempengaruhi produksi suatu barang dan jasa.

Produksi Pengalengan ikan (sarden) berfokus pada hasil produksi pengalengan ikan yang berbahan baku ikan lemuru atau yang biasa disebut dengan sarden. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hasil tangkapan ikan lemuru di Kecamatan Muncar berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi pengalengan ikan (sarden) di PT. MAYA MUNCAR.

Dari kegiatan produksi pengalengan ikan PT. MAYA Muncar memberikan dampak internal dalam perusahaan dan dampak eksternal luar perusahaan. Dampak internal yang dinikmati oleh perusahaan. Dampak internal yang dinikmati oleh perusahaan ialah limbah kepala ekor ikan, dan limbah minyak ikan yang diproses menjadi minyak ikan melalui IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah). Dimana limbah minyak ikan dan limbah kepala ekor ikan dijual kembali kepada produsen lain.

Sedangkan dampak eksternal perusahaan atau yang biasa disebut dengan eksternalitas yaitu berupa limbah minyak ikan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, tetapi proses penyulingan limbah minyak ikan menimbulkan bau yang amis dan situasi disekitar lokasi penyulingan minyak ikan terlihat kumuh dan kotor. Hal ini termasuk dalam teori eksternalitas produsen konsumen yang dikemukakakn oleh (Mangkoesoebroto,2010:121) dimana menitik beratkan pada contoh eksternalitas yang bersifat negatif yaitu pencemaran atau polusi yang mempengaruhi kenyamann konsumen atau masyarakat luas.

Dari penjelasan diatas proses produksi akan menimbulkan eksternalitas negatif yakni pencemaran lingkungan dan pencemaran udara, adanya eksternalitas negative itulah yang akhirnya akan menimbulkan bahaya bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. (Soedomo,2011) dalam penellitiannya menyatakan udara yang dulunya bersih, langit yang dulunya membiru kini berubah menjadi kering dan kotor. Apabila hal ini tidak segera mendapat perhatian maka perubahan tersebut dapat membahayakan kehidupan baik manusia, hewan maupun tumbuhan dikutip dari journal http://repository.usu.ac.id.

Adanya eksternalitas negatif yang timbul dari proses produksi membuat pemerintah harus menentukan kebijakan untuk menanggulangi ataupun meminimalisir dampak eksternalitas negative yang ditimbulkan tersebut.

Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi eksternalitas negatif tersebut antara lain: dikutip dari journal Prasetya, ferry.

  • Regulasi adalah tindakan mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.  Dengan regulasi pemerintah dapat melarang atau mewajibkan perilaku atau tindakan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk dilakukan pihak- pihak tertentu dalam rangka mengatasi eksternalitas. Dengan danya regulasi memaksa penghasil polusi untuk mengurangi polusi, tetapi dalam kenyataannya masalah polusi yang terjadi tidaklah selalu sederhana. Karena polusi merupakan efek sampingan yang tak terelakkan dari kegiatan produksi industry. Pemerintah tidak dapat menghapus polusi secara total, pemerintah hanya bisa membatasi jumlah polusi hingga ambang tertentu.
  • Pajak pegovian merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi eksternalitas. Pajak tersebut mengandung peraturan dimana konsumen atau perusahaan yang menyebabkan eksternalitas harus membayar pajak sama dengan dampak marjinal dari eksternalitas yang dibuat. Dengan diterapkannya pajak akan memberikan intensif kepada para pemilik pabrik untuk sebanyak- banyaknya mengurangi polusinya. Dalam beberapa kasus pemberlakuan pajak tidak tepat karena dibutuhkannya waktu yang lama untuk mempelajari biaya akibat eksternalitas. Sementara keadaan sudah berubah sehingga diperlukan studi lagi yang akan memerlukan waktu yang sama lagi.
  • Subsidi ketika manfaat sosial melebihi manfaat pribadi maka subsidi harus diberikan kepada konsumen atau produsen. Subsidi mengarah pada penurunan dalam harga komoditi. Pemerintah dapat mensubsidi produsen untuk mengurangi dampak eksternalitas. Keuntungan produsen didapat dari subsidi pemerintah dan keuntungan masyarakat diperoleh dari pengurangan kerusakan dari dampak eksternalitas yang ditimbulkan perusahaan. Kelemahan dari subsidi adalah perusahaan- perusahaan condong untuk melakukan eksternalitas karena dengan melakukan eksternalitas mereka akan mendapat subsidi dari pemerintah.

Peran pemerintah dirasa sangatlah penting dalam menanggulangi dan menimalisir eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari proses industrialisasi. Namun kebijakan- kebijakan pemerintah seperti yang telah disebutkan diatas tidak akan terlalu berpengaruh terhadap lingkungan yang bersih dan bebas dari pencemaran.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline