Indonesia sebagai Negara yang baru ini menjadi Negara berpenghasilan menengah, perlu mewaspadai resiko terhadap jebakan Negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap/MIT.
Jebakan ini merupakan istilah yang menggambarkan ketidakmampuan sebuah Negara agar statusnya sebagai Negara berpendapat menengah menjadi Negara maju.Biasanya, terperangkap dikarenakan tidak mampunya suatu Negara bersaing dengan Negara lain yang memiliki tingkat upah rendah dalam memproduksi barang ekspor dan tidak mampu bersaing dengan Negara maju lainnya yang menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi. Wakil Menteri Keuangan RI menyatakan berasarkan simulasi, Inodnesia bisa melewati perangkap ini jika pertumbuhan ekonominya mencapai rata -- rata sebesar 6,9 persen per tahun dan pemndapatan perkapita tumbuh rata -- rata 5,9 persen per tahun sampai pada 2031.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut, dibutuhkan investasi yang besar. Tetapi adanya keterbatasan pada Anggaran Pemerintah, maka penggunaan anggaran Pemerintah lebih difokuskan pada sektor atau bidang yang dapat menumbuhkan perekonomian.Apabila mengacu pada Global Competitive Index (GCI) dari World Economic Forum salah satu komponen penting dalam daya saing nasional adalah ketersediaan infrastruktur. Sedangkan untuk menyediakan atau melengkapi infrastruktur yang memadai guna menumbuhkan perekonomian bukanlah hal yang mudah, membutuhkan dana yang besar.
Dengan butuhnya investasi d sektor infrastruktur yang besar itu, dibutuhkan efisiensi dalam penggunaan dana Pemerintah dan upaya -- upaya untuk mencari dari sumber pembiayaan. Pencarian sumber pembiayaan ini tidak hanya sebatas untuk Pemerintah Pusat saja, tetapi untuk Pemerintah Daerah. Hal ini dikarenakan tanggung jawab penyedia infrasruktur merupakan tanggung jawab bersama -- sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hanya yang membedakan tanggung jawab itu ialah cakupan kewenangannya, missal terkait ddengan cakupan wilayah. Pengaturan mengenai hal tersebut terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 20017 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Salah satu sumber pembiayaan yang akhir -- akhir ini dibahas yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah ialah penerbitan Obligasi Daerah untuk membiayai pembangunan terutama infrastruktur di daerah. Pilihan itu untuk mengembangkan Obligasi Daerah yang berlandaskan oleh kecilnya anggaran pembangunan di daerah membuat pelayanan kepada masyarakat hingga terabaikan. Selain itu, terdapat trend Belanja Modal dalam APBD kurang mendukung pembangunan dan penyediaan infrastryktur di daerah dalam menunjang perekonomian.
Di sisi lain, Pinjaman daerah di Negara maju sudah menjadi trend sumbernya pembiayaan bagi pembangunan terutama infrastruktur, contoh di Jepang, Cina, Vietnam dan Polandia. Status Indonesia sebagai Middle Income Country menyebabkan Indonesia semakin sulit untuk mendapakan pinajam murah dari lembaga Internasioal maupun dari Negara bilateral (Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, 2014). Dalam pengelolaan keuangan daerah, ada kalanya pemerintah daerah membutuhkan dana segar yang dibuthkan secara tiba -- tiba atau sesuai rencana dengan kemampuan APBD.
Menurut Purwoko (2005:33), "Obligasi daerah adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, salah satu unit organisasi di lingkungan pemerintah daerah, badan otorita daerah, badan usaha miliki daerah (BUMD), atau pihak lain yang didukung atau disponsori dan atau dijamin oleh pemrintah daerah, tetapi dapat juga diterbitkan oleh BUMD seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), atau kantor -- kantor Dinas yang ada di daerah, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata dan sebagainya". Obligasi ini tidak dijamin leh Pemerintah Pusat (Pemerintah) sehingga segala resiko yang ditimbulkan akibat penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Undang -- undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Salah satu sumber pembiayaan adalah pinjaman daerah. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan suatu daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali uang tersebut.
Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal yang bersumber dari masyarakat. Yang dimaksud obligasi ialah suatu surat perjanjian jangka panjang yang berdasarkan perjanjian tersebut pihak peminjam setuju untuk melakukan pembayaran atas bunga dan pokok pada tanggal yang sudah di sepakati kepada pemegang obligasi atau pihak pemberi pinjaman(masyarakat). Tujuan dari penerbitan Obligasi Daerah ialah untuk membiayai suatu kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Maka dari itu perlu diperhatikan bahwa penerbitan obligasi tidak ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah dan Obligasi daerah akan di jualbelikan di pasar modal dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang -- undangan pasar modal.
Hingga pada waktu itu tahun 2016 dari 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia, hanya Provinsi DKI, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah yang menyatakan siap untuk menerbitkan Obligasi Daerah meskipun jumlah yang memenuhi persyaratan cukup banyak. Karena proses peneribitan obligasi daerah juga terbilang ketat, Hal ini peemrintah daerah harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan DPRD setempat, pemerintah pusat, kementrian keuangan hingga OJK sebelum menerbitkan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus menyiapkan infrastruktur administrasi yang menunjang penerbitan obligasi daerah. Pemerintah daerah juga harus memastikan bahwa nilai penerbitan obligasi daerah tidak melebihi nilai pendapatan asli daerah (PAD) atau alokasi dana hibah yang di dapat dari pemerintah pusat.
Poyek yang dibiayai oleh obligasi daerah juga harus bisa menjaga arus kas atau menghasilkan pendapatan bagi pemda sehingga nantinya bisa menjadi jaminan bahwa pemerintah daerah sanggup melunasi obligasinya. Dari situ, kondisi perekonomian suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah yang bersangkutan untuk menerbitkan obligasi daerah. Ketatnya dari persyaratan penerbitan obligasi daerah bukan tidak ada alasannya, hal ini mengingat bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang yang lebih terbatas daropada pemerintah pusat dalam mengelola obligasi. Dalam hal tersebut, pemerintah pusat dapat melakukan pinjaman luar negeri hingga mencetak uang untuk membayar pokok dan bunga obligasinya, sehingga resiko terhadap gagal bayar bisa dicegah atau di minimalisir.