Puasa hari pertama, putra kedua saya yang duduk di bangku kelas 3 SD, mengajak ngabuburit, menunggu waktu berbuka. Kalau pada puasa tahun kemarin saya mengajaknya berkeliling di kawasan dekat kota Jember, puasa hari pertama tahun ini saya mengajaknya mengunjungi sebuah situs peninggalan sejarah di kawasan selatan Jember yang tidak jauh dari tempat tinggal nenek-kakeknya.
Kami memilih ngabuburit di situs Candi Deres yang terletak di Desa Purwosari, Kecamatan Gumukmas, Jember.
Candi Deres merupakan candi peninggalan zaman Majapahit ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Meskipun candi ini sudah rusak parah, tetapi tumpukan batu bata merah besar khas Majapahit masih lumayan banyak.
Di tengah-tengah mengamati reruntuhan candi itulah saya menjelaskan kepada anak dan istri sejarah singkat Candi Deres.
Menurut beberapa informasi, candi ini dibangun ketika Hayam Wuruk melakukan tirtayantra, perjalanan panjang ke arah Jawa bagian timur. Salah satu rute yang disinggahi adalah kawasan selatan Jember.
Mengenal Candi Deres
Menurut Hadi (2019), candi yang terletak di sebuah bukit kecil ini dicatat dalam Notulen van de Algemeene en Directievergaderingen van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten and Wetenschappen (1900). Dalam laporan tersebut, Candi Deres juga disebut Tjandi Retja (Candi Reco). Mengapa disebut demikian?
Menurut laporan N. J. Krom dalam bukunya Inleiding Tot De Hindoe -- Javaansche Kunst (1920), di kawasan candi ini terdapat reco (patung) Durga bersenjata empat dan beberapa patung lainnya. Patung Durga dikirim ke museum di Batavia (sekarang menjadi koleksi dari Museum Nasional Jakarta).
Sementara, beberapa patung lain dan relief candi di impan di Gudang Penyimpanan Benda Cagar Budaya Kabupaten Jember yang terletak lokasi Kantor Pendidikan Nasional (Diknas) Jember.
Berdasarkan foto yang dibuat sekira tahun 1904, kondisi candi masih relatif utuh, berdiri. Sayangnya, kondisinya saat ini sudah rusak parah. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut.