Tidak hanya ketika Lebaran, saya dan istri sering mengajak berlibur dua anak kami ke rumah orang tua di Lamongan ketika ada libur beberapa hari, seperti Sabtu-Minggu-Senin atau Jumat-Sabtu-Minggu. Maklum, kami berdua adalah aparatur sipil negara (ASN) yang terikat oleh aturan ketat terkait liburan.
Di rumah kakek-nenek mereka, anak-anak menghadirkan kebahagiaan dan keindahan, meskipun seringkali menambahi pekerjaan. Namun, bagi mereka berdua, keberadaan cucu di rumah leluhur memberikan energi untuk terus menjalani hari-hari tua dengan gembira.
PEDAGOGI BUDI PEKERTI
Bagi saya dan istri, berlibur ke rumah orangtua bukan sekadar melepas rindu. Lebih dari itu, anak-anak bisa menjalani pedadogi budi pekerti secara langsung.
Pedagogi adalah usaha untuk membimbing individu yang lebih muda menjalani transformasi kehidupan, memaksimalkan potensi diri baik secara kognitif atau kemampuan nalar dan ilmu pengetahuan, maupun dari sisi karakter agar menjadi pribadi yang lebih baik (Sumber).
Sementara, budi pekerti merupakan nilai-nilai luhur dan akhlak mulia yang menjadi pegangan hidup manusia guna membangun harmoni dengan sesama manusia. Dengan demikian, pedagogi budi pekerti merupakan usaha untuk membimbing anak-anak untuk bisa terus menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur dan akhlak mulia dalam kehidupan.
Ketika berada di rumah nenek-kakek, anak-anak secara langsung bisa menumbuhkan kasih sayang dan empati kepada mereka berdua. Bagaimanapun juga, nenek-kakek akan memberikan perhatian penuh, mengusahakan cucu-cucunya tersenyum, bahagia, dan betah di rumah.
Nenek, misalnya, akan membuatkan makanan terbaik atau membelikan jajan yang digemari cucu-cucunya. Sementara, kakek bisa mendongeng cerita masa kecil orangtua dari para cucu.
Tindakan-tindakan sederhana tersebut memang tidak bisa dinilai secara ilmiah dengan nilai 80, 90, ataupun 100. Namun, anak-anak akan merekam dalam pikiran dan batin mereka tentang kebaikan-kebaikan kecil yang selalu mereka rindukan dari kakek-nenek. Pedagogi budi pekerti, dengan demikian, berlangsung tanpa harus menggunakan metode formal di ruang kelas.
Bukankah sebuah keindahan ketika anak-anak bisa dekat dan belajar secara langsung dari nenek-kakek mereka bagaimana menjaga hubungan harmonis dalam keluarga besar berbasis akhlak mulia yang ditanamkan sejak usia dini?