Lihat ke Halaman Asli

Ikwan Setiawan

TERVERIFIKASI

Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Matinya Bibir Lantang dan Suara-suara Suci

Diperbarui: 18 April 2022   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pegunungan Hyang Argopuro. Dokumentasi pribadi

MATINYA BIBIR LANTANG

Kita berjumpa pada sebuah masa. Senyummu mengalir bersama air kali begitu keruh. Endapan demi endapan lumpur kau pungut dalam doamu, dalam semedimu, dalam lelakumu. Tak jua lelah menghampir. Tak jua hujan menghentikan semua langkah kecil.  

Kita berjumpa pada sebuah ruang. Ada dendam merayap. Ada rindu memanggil. Semua luruh bersama sebuah senyum. Mengendap pada batin selalu kering. Satu per satu huruf menempel pada papan-papan retak oleh zaman. Satu per satu uban melukis waktu, membentang beribu cerita tak sempat terucap.

Kita bersama dalam gugusan gunung, mendaki hidup begitu senyap: "Jangan pernah merasa tinggi karena kabut akan membunuhmu dalam desakan angin. Biarlah orang-orang menumpuk kuasa di meja makan, kita mesti terus bersama mereka yang selalu dikalahkan meski dalam mimpi-mimpi panjang." Begitu selalu kau ucap lewat malam-malam membeku bersama api di dalam tungku.

Kini aku menatapmu. Lukisan wajah itu kau pudarkan sendiri. Suara lantangmu perlahan mengukur hitung-hitungan di atas meja jamuan:

"Mereka mengajakku menulis cerita baru. Aku ingin menolak tembang manis penghantar tidur. Aku tetap ingin di pusaran sumpah sejatinya mesti dijaga, tetapi gemuruh barisan mereka menuju pendopo begitu indah. Kadang aku berpikir orang-orang bersuara suci itu memang sepantasnya duduk tersenyum menebar harum. Aku tetap ingin di sini; tak mungkin berjalan bersamamu karena akan menggusur keinginanku bersama mereka."

Kini, aku masih menatapmu. Mantra-mantra agung dulu merambat pasti dari bibir lantangmu, kini perlahan menguap bersama gurih dan harum menerbangkanmu, menuju kebahagiaan yang masih dijanjikan, mengajakmu berpesta dalam pepujian para pendamba menghitung kembang.

Kini, aku memang masih menatapmu; diam menjadi penyaksi.

Jember, 05 April 2022

Dokumentasi pribadi

SUARA-SUARA SUCI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline