Kita masih di sini: di sebuah taman kampus ketika mendung baru memulai perjamuan agung, memeluk bumi sepenuh kasih. Orang-orang bersiap melindungi diri, meskipun air selalu saja mampu mengambil hati. Begitulah orkestra petang ini, dilukis dalam kesederhanaan yang memukau.
Kita masih di sini: bersama perut yang mulai mengeja permintaan demi melanjutkan kehidupan. Tak ada salahnya kita melangitkan sekuntum doa dalam senandung, bersama mendung yang semakin memekatkan ruang dan cerita yang sekian lama senyap.
Semoga, perempuan-perempuan muda itu, para bidadari itu, malam ini berkenan menghadirkan-kembali harum samudra untuk pesta kecil kita bersama malam yang begitu dingin dan hening.
Kita hidup di sini, di tengah lalu-lalang orang-orang terhormat yang selalu berpikir dalam gugusan logika, meskipun tak semua berkenan berbagi bahagia untuk kita.
Setidaknya, perempuan-perempuan muda itu, mau membasahi logika mereka dengan senyum kecil yang memberi kita harapan sederhana di tengah semesta.
Untuk merekalah, kita mesti berdoa, ketika tak banyak manusia memahami makna welas asih di atas muka bumi ini. Untuk merekalah, kebahagiaan kita hantarkan ketika malam basah membutuhkan banyak cerita yang memupuk cinta dan perjuangan.
Kampus FIB UNEJ, 14 Januari 2022
* Puisi ini saya persembahkan kepada komunitas mahasiswa perempuan yang memberikan makan kepada kucing-kucing di kampus Universitas Jember (UNEJ).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H