Meskipun tidak setiap saat menonton drama korea (drakor), saya termasuk penggemar yang senang menonton di waktu senggang. Genre sejarah kerajaan saya pilih karena lebih menarik, khususnya terkait bagaimana intrik politik kerajaan, perjuangan tokoh dari kelas sosial rendah, dan budaya lokal direpresentasikan secara apik.
Meskipun berlatar kerajaan Joseon, terdapat drakor yang secara serius menggarap isu korupsi, yakni Secret Royal Inspector. Drama yang diputar selama 16 episode ini mengisahkan perjalanan seorang inspektur yang diberikan tugas khusus oleh raja guna mengusut tuntas kasus-kasus korupsi dan penyelewengan kekuasaan lain yang tidak bisa ditangani oleh aparat keamanan.
Apakah di masa lalu Joseon sudah terdapat kasus korupsi? Yang namanya penyelewengan pasti pernah terjadi, tidak peduli zaman kerajaan ataupun masa kini. Namun, latar kerajaan dipilih untuk mengemas secara menarik kasus korupsi yang berlangsung di masa kini.
Bagaimanapun juga, para kreator drakor adalah manusia-manusia kreatif di masa kini yang menyaksikan banyaknya kasus korupsi di Korea Selatan (Korsel). Tidak tanggung-tanggung, kasus korupsi di Korsel melibatkan para elit negeri, seperti presiden. Sekecil apapun yang namanya kasus korupsi tentu saja merugikan masyarakat.
Sungguh ironis, di negeri yang tumbuh pesat dalam sektor industri dan jasa tersebut, menurut BBC, lima dari tujuh mantan presidennya terjerat kasus korupsi (BBC).
Mantan presiden Chun Doo-Hwan (1980-1988) diadili karena kasus suap dan beberapa tindakan kudeta militer. Karena kasusnya, ia dijatuhi hukuma seumur hidup, meskipun kemudian diberi pengampunan.
Mantan presiden Roh Tae-Woo (1988-1993) tersandung kasus menerima Rp. 4,1 triliun dari 30 konglomerat. Mantan presiden Roh Moo-hyun (2003-2008) diselidiki atas dugaan menerima suap sebesar Rp. 82,3 miliar. Kasus itu membuatnya bunuh diri pada tahun 2009.
Mantan presiden Lee Myung-bak yang berkuasa pada tahun 2008-2013 ditahan karena tuduhan suap Rp. 137 miliar. Sementara, mantan presiden Park Geun-hye (2013-2017) juga dipenjara karena kasus suap.
Masih menurut BBC, presiden Korsel memiliki kekuasaan terlalu besar, dari membuat undang-undang hingga mengangkat para pejabat penting. Godaan akibat besarnya kekuasaan tersebut menjadikan mereka tergiur untuk menerima bermaccam suap dan sogokan.
Selain itu, terdapat tradisi membayar uang atau upeti untuk memperoleh keuntungan dalam bisnis. Dan, itu sudah berlangsung sejak era Presiden Park Chung-hee tahun 1961.
Kronisnya permasalahan korupsi di Korsel merupakan kondisi historis yang memunculkan banyak masalah di masyarakat sebagai akibat kebijakan negara yang diwarani korupsi. Kondisi itulah yang memicu keprihatinan banyak kalangan di Korsel.