Lihat ke Halaman Asli

Ikwan Setiawan

TERVERIFIKASI

Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Rindu yang Wajar dan Cerita Purnama

Diperbarui: 2 Desember 2021   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah panggung. Foto: Dok. Pribadi

RINDU YANG WAJAR

Rinduku rindu yang wajar: 

rindu kepada senyum manusia di sebuah panggung, disaksikan wajah-wajah menjaga gelisah; dihayati mimpi-mimpi menerobos waktu.

Pada jarak terlalu lelah dijalani, rindu adalah perjuangan menelusuri senyap raga yang dicekam kebahagiaan tak berani berujar. Rindu adalah keinginan menemukan ingatan-ingatan yang dikawal malaikat tak bernama; direkam dalam malam-malam panjang ketika seteguk demi seteguk kebahagiaan mengantarkan lelap tidur menjelang embun.

Ahhhhhh....

Kita pernah bermain, Kawan: bersama pantulan demi pantulan cahaya menembus kering tenggorokan orang-orang berharap. 

Kita pernah menari: bersama denting demi denting gamelan terlalu liar untuk kita hayati. 

Kita pernah berpuisi: bersama tumpukan kata menggunung ketika manusia membunuh cinta. 

Kita pernah bersenandung: ketika nada-nada indah mengutuk hidup menusuk kesadaran menguap

Kini, mari kita melingkar, Kawan. Bukan menangis bukan pula bernostalgia. Mari kita sematkan rindu pada rajutan energi di tengah sunyi yang tak tersampaikan, bahkan oleh ucapan demi ucapan di depan kelas. Mari kita tersenyum untuk mimpi-mimpi yang disematkan pada tahun demi tahun dalam ikrar disaksikan cahaya merah dari timur.

Pada sebuah panggung, kita menyaksikan kata demi kata tak lagi dibutuhkan ketika mereka digantikan senyap dedaunan kering dan rerumputan yang tengah bercerita romansa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline