13 November 2015 , Paris diguncang aksi teroris oleh sekelompok orang yang kemudian diakui sebagai anggota ISIL.
Dua orang tokoh dengan cepat membuat pernyataan.
Pertama , Marine Le Pen, pemimpin Partai Front Nasional , partai oposisi di Prancis.
Terkait kasus teror ini, Marine Le Pen justru mengeluarkan pernyataan(keras) lebih dulu dibandingkan perdana menteri Prancis, François Hollande. Tentu dapat dimaklumi dan diraba maksud pernyataan Marine Le Pen, yaitu untuk menarik simpati masyarakat dalam menghadapi pemilihan di Prancis dalam waktu tidak terlalu lama lagi.
Kedua, Donald Trump, kandidat kuat pemenang konvensi partai republik Amerika Serikat.
Pernyataan Donald Trump tentu saja juga untuk kepentingan kampanye. Pencitraan, kalau di Indonesia .
Seperti sudah dimaklumi bersama, pelaku teror adalah anggota ISIL , Islamic state in Iraq and Levant, yang mengaku akan mendirikan daulah islamiyah, yaitu negara berdasarkan (hukum agama) Islam.
Sehingga , bisa dimaklumi pernyataan Marine Le Pen dan Donald Trump agak senada , terutama dalam menyebut kaum islam atau muslim.
Salah satu pernyataan senada meraka adalah bahwa mereka (jika mendapat kekuasaan) akan menutup semua mesjid (beraliran) radikal.
Hal menarik adalah bahwa tidak terlalu banyak aksi sentimen atau aksi anti islam atau muslim yang terjadi di Eropa. Berita berita bahkan hampir sama sekali tidak menyebut kejadian teror ini secara rasial atau agamis. Media media menyebut para teroris adalah warga negara Prancis tanpa menyebut keturunan asli mereka atau negara asal .
Barangkali sikap matang demikian memang khas bangsa Eropa dan Amerika yang memang merupakan pelopor modernisasi dalam berbagai bidang di dunia ini .