Lihat ke Halaman Asli

Lembah Kerinduan

Diperbarui: 7 November 2024   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kini ku menjalani hari-hari  tanpa kehadiranmu lagi, terasa begitu kosong, namun demikian aku tetap berusaha untuk baik-baik saja. Hidup terus berjalan, dan seberat apapun aku tetap harus berusaha untuk melanjutkan hidup ku kembali setelah perpisahan yang begitu meluluhkan hatiku.

Ketika malam adalah waktu yang begitu menyiksa, bagaimana tidak kesunyian seakan begitu syahdu mengingat setiap jengkal kenangan bersamamu. Kerinduan kerapkali berhasil membuatku luluh dan kembali ke lembah rindu akan dirimu.

"Entah kapan aku mampu sejenak saja mengabaikan sedikit saja senyuman mu, Bii?" Bisik lirih dari bibir tipis ku seraya menghela nafas dalam-dalam, terasa begitu menyesakkan dada.

"Mempercayaimu adalah keputusanku. Aku tidak tahu akan tetap disini tanpa bisa menggenggam tanganmu atau ada cerita lain tapi aku tidak akan kehilangan mu, iman ku tidak akan pergi." Tatap mata coklat mu seakan menyiratkan ada sesuatu yang berusaha kau kendalikan.

" Entah apa yg merasuki ku hingga berkata, aku tak ingin kehilangan mu. Entah siapa yg membisik ku hingga berucap, aku tak ingin kau pergi. Entah rasa atau frasa tanpa wujud dan raga, namun itulah didalam sanubari ku." Kembali netramu menatap ku dengan sendu, terlalu banyak luka yang sengaja kau simpan. Namun kau seolah enggan berbagi kepedihanmu padaku.

"Demi selembar waktu aku melintas nasib ,demi selembar waktu aku mengeja nelangsa dan murka, demi selembar waktu bersamamu. Dan jika aku terpaksa harus pergi berjarak beberapa rentang imaji darimu, akan ada terlalu banyak alasan yang juga mengharuskan ku untuk pulang padamu." Dekapan mu begitu erat seolah kita tak akan pernah berjumpa lagi. Jantungku kian berdebar kencang, bagaimana jika itu terjadi, susah payah ku yakinkan diri, seketika ku buang jauh-jauh pikiran itu dari benakku.

Dan nyatanya hari itu adalah terakhir kita berjumpa, kau benar-benar meninggalkanku tanpa sepatah kata pun, menyisakan banyak teka-teki di dalam benakku. Bagaimana kau dengan sengaja membiarkan ku di sini seorang diri, memangku rindu dengan rasa yang telah kau bawa tanpa sisa sedikit pun. Begitu banyak pertanyaan di benakku setelah kepergian mu.

" Bagaimana kau bisa melanjutkan hidupmu sedangkan kau dengan egois membawa hatiku, lantas bagaimana ku mampu meneruskan kehidupan ku jika hatiku telah kau bawa, berharap kerinduan ini membawakan kembali hatiku bersama denganmu. Kembali menjadi rumah yang ternyaman untukku, yang selalu membuatku merasa dimiliki, dan selalu membuatku dicintai dengan hebat oleh cinta yang kau tunjukkan dalam setiap sikapmu padaku apakah ini bentuk rasa cintamu ataukah hukuman atas rasa yang kau sematkan kepadaku, Bi?" Ku terpaku menatap jendela kamar yang sedari tadi terbuka, sayup-sayup terdengar gemericik air hujan membasahi atap rumah, malam masih gelap, udara dingin tak terasa menyergap tubuhku. Rasa ini masih saja sama dan tak pernah berubah, dengan tegar ku masih memeluk rasa tak lagi di tepian namun kini telah beranjak masuk ke dalam lembah kerinduan yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline