Alhamdulillah Persib Bandung juara Liga Super Indonesia (LSI) dengan mengalahkan Persipura Jayapura melalui drama adu penalti. Air mata menggenang, saling berpelukan, berteriak , tak lupa menyalakan kembang api.
Tak henti saling mengucap syukur.
"Beli martabak telur yang spesial ...," kata adikku setengah berteriak sambil memberikan uang seratus ribu. Kemangan Persib Bandung harus dfisyukuri, katanya. Tak henti tertawa, tersenyum-senyum.
Memang, menjelang final Liga Super Indonesia (LSI) antara Persib Bandung dengan Persipura yang dilakukan di Stadion Jakabaring Palembang. Adik saya yang bungsu menelpon, ngajak nonton bareng (nobar) final LSI di rumah sambil "ngaliwet."
"Nanti saya pinjam in fokus ke sekolah," katanya. Untuk kain layarnya minta ke H. Herman , tambahnya.
Singkat cerita, seperti galibnya menjelang lebaran, kami semua berkumpul di rumah orangtua sambil membawa istri atau suami, juga, tentu saja. Yang bawa anak. Semuanya jadi ramai. Cemilan disiapkan. Pokoknya suasananya seperti hendak menjelang lebaran.
Sejak petang kami berkumpul menyiapkan layar,in fokus, tikar, meja hidangan, tentu juga, minuman ringan. semuanya di siapkan secara patungan alias udunan. Saya jagi ingat kaus yang dilelang walikota kota Bandung, Ridwan Kamil, yang akrab disapa Emil. Tulisannya kalau tidak salah "hidup adalah udunan!"
Ya, hidup menjadi guyub, sauyunan ketika menonton Persib Bandung. Semua silang sengketa, atawa beda paham di singkirkan. Semua datang ke rumah orangtua untuk menonton Persib Bandung merengkuh juara. Semuanya rela menepikan ego. Ya, demi Persib Bandung.
Saudara yang kemarin seperti lupa untuk bertandang ke rumah orangtua karena sesuatu masalah. Atau kerabat yang malas berjumpa karena terkendala masalah.... Semuanya menyingkirkan hal-hal tersebut, lalu pada datang sambil membawa penganan. Demi Persib. Atau..., karena Persib Bandung, perbedaan, perselihan itu mencair.
Terima kasih Persib Bandung telah memberikan segumpal kebahagiaan . Telah memberikan rasa nyaman dan lega. Tidurpun, Insya Allah menjadi nyenyak. Lelap.
Malam ini kami meluncur dari tepi kota Cimahi meluncur ke pusat kota Bandung untuk sedikit berbagi kebahagiaan. Mobil penuh sesak. Tak mengapa. Karena semua tak hendak ketinggalan. Boleh jadi sedikit berlebihan. Tak apalah, kata adik saya yang biasanya pendiam. "Cuma jangan sampai terlalu larut...," tambahnya.