Lihat ke Halaman Asli

De Geas Official

Berbagi Ide dan Inspirasi

Kasih Mengalahkan Perselisihan: Melihat Pertikaian Rusia dan Ukraina dari Perspektif Iman

Diperbarui: 27 Februari 2022   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber:Voi.id/Paus Fransiskus)

Beberapa hari terakhir, perang antara Rusia dan Ukraina viral di media sosial seperti facebook, twitter, youtube, website dan tiktok. Banyak netizen yang memberikan pendapat dan dukungan. Ada yang mendukung Rusia dan ada pula yang mendukung Ukraina. Terlepas dari persoalan politik dan teritorial yang menjadi sumber konflik, perang tetaplah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Perang mengakibatkan banyak nyawa orang tak berdosa melayang. Ya, menyelesaikan masalah dengan perang bukanlah solusi. Seperti pepatah mengatakan "kalah jadi abu, menang jadi arang". fakta yang sangat nyata adalah negara-negara timur tengah yang telah hancur berkeping-keping karena perang. Perang Rusia dan Ukraina akan berdampak bagi banyak negara di dunia, mulai dari segi ekonomi hingga politik.

 Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat Rusia adalah pengikut Yesus. Kelompok terbesar adalah Kristen Ortodoks Rusia. Jika digabungkan dengan Katolik dan Protestan mencapai sekitar 47.4%. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Ukraina adalah pengikut Yesus. Kelompok terbesar adalah Kristen Ortodoks pula. Jika digabung dengan Katolik dan Protestan mencapai sekitar 56%. Dari populasi penduduk tersebut, kita ketahui bahwa mayoritas masyarakat kedua negara adalah pengikut Kristus. Muncul pertanyaan; tidak mampukah kedua negara menjadi garam dan terang? Tidak mampukah kedua negara menyelesaikan masalah sesuai dengan ajaran   Kristus?.

Yesus sang guru tidak pernah mengajar pengikutnya untuk menyelesaikan masalah dengan perang. Ia justru mengajak pengikutnya untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan di bawah empat mata (bdk.Mat. 18:15-20). Lebih dari itu, Sang Guru juga meminta pengikutnya untuk menjadi garam dan terang, agar pengikutnya dilihat dan diteladani oleh banyak orang dan dengan demikian mereka memuliakan Bapa (bdk. Matius 5:13-16).Tentu perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina bukan membuat orang semakin memuliakan Bapa. Justru banyak orang mempertanyakan eksistensi ajaran Kristus yang dianut oleh pengikutnya.

Rasul Yohanes dalam suratnya mengingatkan "jika seseorang mencintai Allah tetapi membenci sesamanya, maka ia berdusta" (bdk. 1 Yohanes 4:20). oleh sebab itu, kita perlu berdamai dan mengejar kekudusan agar layak dihadapan Tuhan (bdk. Ibrani 12:14). Bahkan Sang Guru mengajak pengikutnya untuk "mengasihi musuh dan mendoakannya (Matius 5:44). Selain itu, pengikutnya diajak pula untuk segera berdamai dengan lawannya, sehingga tidak menimbulkan kerugian (bdk. Mat. 5: 25). Mungkinkah ajaran tersebut dilaksanakan oleh pengikut Kristus?. Saya kira sangat mungkin.

Salah satu contoh konkret adalah ketika Paus St. Yohanes Paulus II memaafkan Mehmet Ali Aqa yang hampir saja membunuhnya. Contoh lain adalah tindakan Oscar Romero yang mengorbankan nyawanya demi masyarakat yang tertindas. Seandainya pemimpin kedua negara tidak mengutamakan ego tetapi kasih, maka perang tidak mungkin terjadi. Ya, pemimpin yang sejati tidak mengorbankan masyarakat demi kepentingan pribadinya atau kepentingan politiknya.

Sangat disayangkan, Presiden Rusia, Vladimir Putin tetap pada pendiriannya untuk melakukan serangan terhadap pangkalan militer Ukraina sehingga menelan banyak korban. Sebaliknya, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky tetap pada pendiriannya sehingga mengorbankan masyarakat. Berbeda dengan tindakan yang dilakukan oleh Uskup Oscar Romero dan Paus St. Yohanes Paulus II yang memencarkan kasih Kristus kepada semua orang. Harus diakui bahwa penghargaan terhadap martabat manusia tengah merosot. Kasih yang sering dikhotbahkan di mimbar-mimbar gereja hanyalah semboyan. Tidak berbeda dengan yang disampaikan oleh Rasul Paulus bahwa iman tanpa perbuatan kasih adalah seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing (bdk. 1 Korintus 13:1-9).

(Surat Paus Fransiskus)

Allah adalah kasih, maka landasan hidup pengikut Kristus adalah kasih. Pengikut Kristus mengasihi karena Allah telah lebih dahulu mengasihi (bdk. 1 Yohanes 4:19). Ketika seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus tentang hukum mana yang paling utama. Yesus menjawab bahwa hukum yang paling utama adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Dan hukum yang kedua adalah mengasihi sesama seperti diri sendiri (bdk. Mrk. 12: 30-31). 

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (bdk. 1 Korintus 13:4-8)." Jika pengikut Kristus sungguh-sungguh menghayati ajaran kasih, maka tidak mungkin terjadi perang. Sebab, mengasihi Tuhan secara total, tercermin dalam mengasihi sesama tanpa syarat.

Paus Fransiskus sebagai pemimpin umat Katolik di dunia menyerukan agar kedua belah pihak berdamai. Menurutnya, perang tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan mendatangkan kerugian bagi banyak orang, termasuk masyarakat yang tidak berdosa. Oleh sebab itu, paus meminta seluruh umat untuk berdoa dan berpuasa demi perdamaian Rusia dan Ukraina, secara khusus pada Rabu Abu yang jatuh pada tanggal 2  Maret.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline