Lihat ke Halaman Asli

Defrida

Penulis

Covid-19, Ada PR untuk Pendidikan di Indonesia Timur

Diperbarui: 26 November 2020   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa sangka bahwa virus yang berasal dari Wuhan akhirnya membuka mata dunia terutama beberapa negara yang sudah terbuai dengan istilah negara maju yang disematkan. 

Ketika pandemic covid-19 menyebar ke seluruh dunia, setiap negara menganjurkan kepada warga negara atau semua orang yang berada di negaranya untuk beraktifitas di rumah saja.

 Negara-negara Eropa, Amerika dan sebagian Asia sepakat untuk melakukan lockdown dan beberapa diantaranya melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada wilayah zona merah. 

Tak ada yang dapat mempersiapkan diri mereka tentang apa yang mereka harus lakukan ketika pandemic melanda negara mereka. Dan untungnya beberapa negara dengan sigap memberikan kebijakan agar warga negaranya tak mengalami kerugian secara ekonomi, sosial, psikologi dan lain sebagainya. 

Teknologi menjadi jalan satu-satunya untuk meminimalisir kerugian yang saya sebutkan tadi. Misalnya dalam pendidikan, agar para siswa tidak mengalami ketertinggalan dalam pelajaran, beberapa sekolah telah melakukan pembelajaran jarak jauh atau bisa disebut e-learning menggunakan aplikasi video conference seperti Zoom.com dan Google Classroom.

Entah ini kebiasaan latah atau bukan, seketika seluruh sekolah menengah mengharuskan semua siswanya mendownload aplikasi zoom, google classroom, kaizala (sejenis absensi elektronik), dan lain sebagainya. 

Begitu banyak yang merasa antusias dengan aplikasi tersebut tetapi setelah melakukan proses pembelajaran tersebut ternyata melahirkan berbagai keluhan dan hambatan yang mana diantaranya keterbatasan alat gawai dan infrastruktur teknologi atau ketersediaan jaringan, belum ditambah lagi dengan pembelian paket kuota internet. 

Benar adanya e-learning itu berhasil, tetapi hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota di pulau Jawa. Sudah berapa kali masalah tentang ketidakmerataan pembangunan menjadi masalah tersendiri di negara Indonesia dan sudah berapa kali kebijakan secara nasional merugikan daerah-daerah di luar pulau Jawa. Dari polemik ujian nasional hingga e-learning yang diterapkan.

Saya sangat prihatin kalau semua kebijakan bersifat nasional hanya diuji keberhasilannya di pulau Jawa, seolah-seolah Indonesia adalah Jawa. 

Memang suatu langkah yang baik dengan adanya pemindahan ibukota Indonesia ke pulau Kalimantan, tetapi jangan hanya ibukotanya saja yang berubah, tetapi pola pikirnya juga. Bagaimana bisa membuat suatu keputusan nasional berdasarkan pengambilan sampel di tanah Jawa?

Apalagi di masa pandemik ini, kita tidak bisa serta merta menarik kesimpulan bahwa pembelajaran e-learning bisa diterapkan di seluruh Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline