Orang tua menjadi pihak pertama yang selalu siap membantu anak-anaknya kapan pun dan di mana pun. Tapi, bagaimana jika keadaannya sekarang dibalik?
Apa yang akan kita lakukan saat orang tua membutuhkan uluran tangan dari anak-anaknya dalam hal keuangan. Sedangkan kita dan saudara-saudara kita sekarang sudah memiliki tanggungan lain, yaitu keluarga sendiri?
Sama seperti roti Sandwich yang berlapis-lapis, kita sedang berada di lapisan paling tengah. Sehingga kita harus menyokong lapisan atas dan lapisan bawah sekaligus. Di satu sisi, kita ingin membantu orang tua atau saudara, namun di sisi lain, ada kebutuhan keluarga (anak dan pasangan) yang harus dipenuhi. Kondisi inilah yang dinamakan sandwich generation, istilah yang kian ramai diperbincangkan dan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas.
Jadi sebenarnya apa sih Sandwich Generation itu? Lalu, apa yang harus dilakukan? Apakah kita harus terus menjadi "Generasi Sandwich?" Yuk simak penjelasan lengkapnya!
Seorang tokoh bernama Dorothy A. Miller, seorang profesor dari University of Kentucky menemukan di tahun 1981 istilah Sandwich Generation, dalam tulisannya yang berjudul The Sandwich Generation: Adult Children of the Aging. Sebuah generasi yang terhimpit pada saat mereka sudah berkeluarga atau belum berkeluarga, tetapi perlu atau harus memikirkan keluarga yang lain baik secara emosional dan finansial. Generasi sandwich terjadi akibat ketidaksiapan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang didorong oleh faktor ketidaksiapan secara ekonomi.
Ketika itu Sandwich Generation dipopulerkan untuk para wanita usia 30-40an yang terhimpit beban karena harus mengurus anak sekaligus orang tua atau saudaranya dalam waktu bersamaan. Sehingga menyebabkan generasi ini terpaksa untuk menunda kehamilan. Seiring perjalanan waktu, Sandwich Generation ini tak hanya dialami oleh wanita saja, tapi juga dirasakan oleh pria yang memiliki kondisi serupa. Bahkan tak hanya mengurus tapi juga harus mendukung finansial secara penuh untuk generasi di atas dan bawahnya.
Terjebak dalam generasi sandwich memang tidak mudah, karena akan ada banyak sekali hal yang perlu diurus dan dipikirkan, serta rentan mengalami banyak tekanan. Tak hanya dituntut dalam segi finansial saja, tetapi fisik, waktu, pemikiran, hingga psikologis pun turut dipertaruhkan.
Dilansir dari Finansialku, study Canada mengungkapkan bahwa 30% generasi ini mengambil lebih sedikit liburan, 43% mengurangi makan di luar, 36% terus mengambil tabungan masa mudanya, dan 37% bekerja dengan waktu yang lebih panjang.
Kondisi ini ternyata sangat rentan terhadap kondisi psikologis seperti depresi, cemas, dan mudah stres. Terganggunya pekerjaan, rumah tangga, dan pergaulan yang dialami generasi sandwich memicu mereka dalam mengalami tekanan mental.
Mengapa para generasi sandwich ini menjadi lebih rentan terhadap kondisi kesehatan mental?