Lihat ke Halaman Asli

Profesi Hakim di Mata Masyarakat

Diperbarui: 14 Juni 2019   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hakim adalah salah satu profesi yang mulia. Setiap profesi memiliki pengaturan kode etik yang menjadi batasan perilakunya dalam menjalankan profesinya. Pengaturan tentang adanya Kode Etik Hakim hadir di dalam Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I dan Ketua Komisi Yudisial R.I No. 02/PB/MA/IX/2002 - 02/PB./KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditanda tangani oleh Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terdapat sepuluh pedoman perilaku hakim yaitu: (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.

Yang menjadi sebuah pertanyaan adalah apakah kode etik tersebut cukup untuk meyakinkan masyarakat akan independensi, wewenang, maupun wibawa lembaga kehakiman?

Penulis melakukan penelitian kecil, mengambil 50 responden dari mahasiswa Fakultas Hukum Atmajaya Jakarta untuk menjawab pertanyaan "apakah masyarakat percaya dengan independensi hakim?", "apakah dengan adanya kode etik cukup membuat masyarakat lebih percaya pada hakim?"

Dari hasil yang penulis kumpulkan 70% menyatakan bahwa Hakim adalah profesi yang kurang dipercaya. Hakim nyatanya masih belum dapat dipercaya oleh masyarakat. Apakah kode etik membantu idealisme hakim ?  84% setuju. Tetapi dalam pelaksanaannya 66% mengatakan bahwa hakim tidak menjalankan kode etik itu dengan baik. Citra hakim din68% masih buruk. 

Sebenarnya kepercayaan masyarakat itu berasal dari citra hakim, jika citra hakim itu baik maka masyarakat akan percaya sebaliknya jika citra buruk maka masyarakat tidak akan percaya.

Lantas, mengapa Hakim masih kurang dipercaya oleh masyarakat?

Dari penelitian yang penulis peroleh, citra hakim dimasyarakat masih jelek. Masyarakat masih percaya bahwa hakim masih tidak menjalankan kode etiknya. Hal inipun sangat didukung oleh Penelitian ICW sendiri bahwa Hakim adalah penegak hukum paling korup diantara penegak hukum lainnya.

Sebenarnya jika membahas tentang kode etik, bukan hanya korupsi saja yang dibahas tapi masih banyak permasalahan lain seperti hakim tidur saat sidang, hakim salah ketik, dsb. Namun saat bertanya ke responden, mengapa mereka tidak percaya dengan hakim? Alasan yang muncul adalah karena hakim masih sangat mudah disuap. 

Mengapa hakim masih mudah untuk disuap?

Mental yang lemah. Hakim adalah manusia biasa, yang masih punya tanggungan keluarga. Gaji Hakim yang makin meningkat tiap periode tidak membuat hakim puas. Kedua adalah sifat lahiriah manusia yaitu nafsu. Budaya materialistis dan gaya hidup hedonisme masih kental. Salah satu solusi yang bisa didapat dari permasalahan tersebut adalah suatu Revolusi Mental.

Bagaimana untuk membangun mental yang dewasa? Jawabannya adalah dengan cara belajar berkepribadian yaitu pendidikan karakter. Program wajib belajar tidak cukup untuk menyentuh batin manusia, hendaknya pemerintah membuat suatu program pendidikan karakter bagi para ASN (Aparatur Sipil Negara).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline