Lihat ke Halaman Asli

Atha, Murid Pertamaku

Diperbarui: 17 November 2018   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Disadari atau tidak, setiap orang pasti merasa terkesan dengan pengalaman pertamanya. Entah pengalaman buruk atau pun pengalaman baik, setiap yang pertama memberi identitas tersendiri pada otak untuk di ingat. Seperti Atha, dia adalah pengalaman pertama saya di dunia kerja, murid pertama, sekaligus feel pertama saya sebagai pendidik.

Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan selama lima bulan ini, di luar fee yang saya anggap bonus karena memang tujuan awal saya menerima tawaran menemani Atha belajar di rumah adalah mecari pengalaman dan mengasah kemampuan mengajar saya. Atha anak yang baik, saking baiknya sampai sampai dia bisa buat saya dengan mudahnya jatuh hati dalam artian saya menyayangi dia seperti keluarga saya sendiri. 

Sebagai seorang pendidik saya juga memiliki kewajiban menjalin hubungan yang baik dengan orang tua nya, dan saya rasa anak yang baik memang terbentuk dari orang tua yang baik juga.  Seringkali ketika saya membagi informasi perkembangan putranya, sang bunda selalu antusias dan mengapresiasi sekali dengan setiap pencapaian putranya, bisa dikatakan juga beliau adalah orang tua yang bisa diajak kerja sama. 

Baru baru ini, saya menginformasikan tentang perkembangan putranya yang saya juga sempat kaget. Atha sangat cepat belajar dalam tiga bulan terakhir, untuk anak usia 4 thn dengan tuntutan membaca, mengaji, dan menghafal doa doa sehari hari adalah hal yang sudah cukup bikin pusing, hanya saja mungkin dia tidak bisa mengungkapkannya seperti saya. 

Seringkali saya memang harus benar benar peka dengan kondisi perasaannya, mood nya, dan bahkan kondisi kesehatannya untuk memastikan bahwa dia akan benar benar siap bermain sambil belajar dengan  saya.  

Setiap kali sebelum berangkat, saya selalu berusaha menyiapkan diri sebaik mungkin untuk profesionalitas, seperti halnya memisahkan masalah pribadi, menyiapkan mental, dan yang pasti teknik mengajar yang menyenangkan. Selama lima bulan ini seringkali saya berpikir, apakah yang dirasakan guru guru saya sebelumnya juga seperti apa yang saya rasakan. 

Perasaan terhubung dengan anak didik, rasa sayang, rasa melindungi dan terkadang juga rindu. Mungkin begitulah keistimewaan profesi ini, karenanya seringkali saya berpikir ini bukan profesi yang bisa diemban oleh sembarang orang karena sebagai pendidik atau guru bukan hanya harus memiliki kognitif yang mumpuni di bidangnya atau kemampuan pedagogig saja tapi juga lebih kepada ketulusan hati. Memang bukan hal yang mudah membagi perasaan untuk orang lain, tapi taukah anda, bertemu mereka anak-anak yang tidak pernah kita kenal sebelumnya itu, ataupun mereka anak-anak yang sering merepotkan itu adalah anugerah. 

Sering saya mendengar para guru di sekolah TK dan SD yang mengatakan bahwa ketika mereka memiliki masalah dirumah dan kemudian mereka ke sekolah untuk mengajar, maka masalah masalah itu menguap dengan sendiri nya. mengapa demikian, alasan nya sederhana saja karena mereka melihat anak-anak belajar, bermain dan bahagia. 

Hidup memang bukan hanya soal bagaimana cara mendapatkan apa yang kita inginkan tapi juga tentang bagaimana cara membahagiakan orang lain, mungkin itu bisa menjadi sebab mengapa saat kita tidak bahagia tanpa kita sadari akan ikut bahagia dengan melihat orang lain bahagia.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline