Lihat ke Halaman Asli

Cara Urus Sendiri Paspor Baru/Perpanjang Paspor Lama (Part-2)

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Owkay, Melanjutkan cerita saya mengenai cara pengurus passport baru pada bulan Agustus yang belum sukses,

(link)

Maka pada bulan Desember 2013, saya bertekat untuk menyelesaikan PR saya, untuk mengurus sendiri perpanjangan passport yang sudah habis masa berlaku nya. Di suatu hari yang cerah biasa2 aja, saya minta ijin pak boss untuk datang sedikit telat ke kantor, karena jam 06.00 pagi saya mau urus perpanjangan passport di kantor imigrasi Jakarta Barat. Kenapa harus disana ? oh well, baca dulu cerita sebelumnya kali yaaaa.

Tadinya mau naek scoopy untuk urus sendiri perpanjangan passport kesana, tapi kata temen kantor saya, bawa motor kesana itu terlalu panas, jauh dan capek, secara sini kan traveler manis manja ya, so akhirnya mengikuti saran teman untuk naek busway aja yg nyaman dan adem, apalagi hari saat itu masih pagi. Ya udahlah, saya sampe kantor jam 05.45 pagi dan lansung menuju ke halte busway untuk berangkat ke kota.

Busway pada jam 06.00 pagi udah rame dan saya terpaksa berdiri, tapi saya dikasih duduk sama mas2 tentara yang pake seragam. Aduh jadi seneng. Mendadak “man in uniform” itu jadi ganteng banget di mata saya. Udara sejuk dingin di busway lambat laun manjadi panas dan sumu’ karena bus trans Jakarta ini mulai penuh sesak oleh manusia dan berbagai aroma nya. Untung masih pagi, jadi belom ada bau tengik.

The accident.

Setibanya di halte busway paling akhir, di stasiun kota, kan begitu keluar dari bus seharusnya saya turun ke bawah tanah, terus naek lagi ke atas menuju jalan raya dengan memutar tangga yang nantinya akan muncul di depan museum bank Mandiri, tapi saat itu saya amat sangat malas muter jauh2 dan secara saya juga lagi buru2, jadi pake cara orang bego, ikutin orang2 tersebut untuk menyebrang jalan dari halte busway kota menuju ke museum bank mandiri dengan cara melompati pagar pembatas jalan.

Pembatas jalan itu cukup tinggi, tapi saya lihat orang2 pada loncat dengan santai, termasuk ibu2 yang kayaknya seumuran sama ibu saya. So saya dengan PD 20 juta ikutan loncat. Tapiiiiii, saya tidak memperkirakan tinggi pembatas itu dengan jalan raya yang ada dibawahnya, yang mengakibatkan saya sukses terjatuh dengan pergelangan kaki yang duluan menghujam aspal yang panas di jalanan luas yang cenderung sepi karena masih lampu merah.

Sakitnya ? Jangan tanya. Luar biasa. Kalau kata orang, sakitnya sih enggak terasa, malunya itu looohh yang nggak nahan. Kalau saya kebalikannya, saya enggak perduli dengan malunya, karena yang ada di pikiran saya saat itu juga adalah sakit luar biasa yang saya rasakan dipergelangan kaki. Saat itu banyak sekali orang2 yang yang menyaksikan saya jatuh dan kesakitan, seperti orang2 yang lagi lalu lalang saat itu, tukang ojek sepeda, ojek motor dan supir bajaj yang berada dipinggir jalan, tapi tak ada satupun yang menolong saya. TAK ADA SATUPUN. Mereka cuma melihat dan beberapa diantaranya justru tertawa menyaksikan saya yang terjatuh, tanpa ada usaha atau niat untuk menolong sama sekali. Boro2 menolong, mereka cuma menikmati tontonan saya jatoh dan menanti adegan selanjutnya. Oh well, Jakarta itu keras, jendral! Saat itu saya berasa macam topeng monyet yang ditonton warga. Sedih banget. Pengen nangis tapi gengsi. Makan tuh gengsi!

Sumpah, moment itu bagaikan cerita2 drama nggak penting yang ada di sinetron2 Indonesia. Kalau di sinetron, kan kalau ada kejadian dimana si bintang utama nya jatoh, pasti ada aja cowok ganteng (random entah muncul dari mana) yang menolong, kenalan dan akhirnya mereka pacaran lalu menikah. Tapi kalau di kehidupan nyata, ternyata kenyataan tidak seindah itu. Saya masih duduk di lokasi saya jatoh di jalanan yang sepi itu beberapa saat sampai saya melihat lampu merah diujung jalan berubah jadi hijau dan mobil2 dan motor2 pun mulai berjalan kearah saya. Suara saya enggak keluar, masih shock, jadi enggak bisa teriak minta tolong. Dan sampe mobil2 itu mulai jalan pun, masih enggak ada yg nolong atau niat untuk membantu memapah saya untuk ke seberang, ke tempat yang aman. Akhirnya dengan sekuat tenaga saya berjalan menyeret kaki saya yang sakit banget itu dan berhasil sampe di sebeberang. Saya kira, ketakutan saya akan ditabrak dan mati mengalahkan kelemahan saya dan akhirnya kelemahan itu berubah menjadi kekuatan yang amat sangat.

Sesaat kemudian, ketika saya sudah berada di seberang, saya ambil napas dan mengabiskan waktu 10 menit untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian kaki yang sakit tadi mulai berkurang sakitnya, dan saya tetap meneruskan niat saya untuk berangkat ke kantor imigrasi yang terletak di sebelah kantor pos Jakarta Barat untuk memperpanjang paspor saya dengan menggunakan ojek sepeda. Ojek nya lewat jalan pintas, dan 5 menit kemudian saya sudah tiba di depan kantor imigrasi. bayar ojek sepeda, masuk ke gedung imigrasi dengan tertatih2. The immigration Tiba di gedung imigrasi, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi, dan loket untuk urus perpanjangan paspor yang “onde day service” atau “satu hari jadi” baru buka pada pukul 08.00 pagi. Great. Nyampe kecepetan, nunggu 1 jam. Tapi enggak apa2 deh, mendingan kecepetan daripada kecopetan kesiangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline