Lihat ke Halaman Asli

Sehabis Senja

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Dek, tunggu sapa ko mukak pintu?"

Esah menegur adiknya, Inu. Yang ditegur tak bereaksi sama sekali.

"Tak elok ditengok orang, anak gadis temangu macam tu. Dah dekat magrib lagi. Masuklah."

Tapi Inu masih tak beranjak. Esah menghampiri gadis kecil yang dua tahun lebih muda itu, dan berjongkok di dekatnya.

"Apa ko tunggu, bekeras hati sungguh?" Dibelainya rambut Inu.

"Aku 'nak tunggukan mak, Kak. Kata wak sebelah, semalam 'tu mak telpon kata hendak pulang ni hari." jawab Inu.

"Iyalah, aku pun tahu. Tapi tak perlu ko tunggu sini, entah malamnya baru mak datang. Masuklah dulu." Esah menarik tangan adiknya. Inu tak bergeming, dikeraskannya badannya menahan ajakan Esah.

"Inu, Esah! Masok kelen! Apa kata orang magrib-magrib anak puan bebincang mukak pintu," sebuah suara berat dari kamar menghardik mereka.

Esah menganggukkan kepala sambil melihat Inu dengan pandangan membujuk.

Setengah berbisik Inu berkata, "kau masoklah, Kak. Nanti dipukulnya ko. Aku 'nak tunggu mak di sini. Dah capek aku disuruh isap burung bapak, capek aku dibentak-bentak. Kuadukan dia sama mak. Biar mak pigi lagi ke Malaysia, dibawaknya kita."

Esah berusaha menahan air mata, sembari mengelap muka adiknya yang telah basah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline