Lihat ke Halaman Asli

Memandang Manusia Sesuai Porsi

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peterpan.

Pertama kali saya kenal mereka lewat sebuah album kompilasi "Kisah 2002 Malam". Saat itu saya masih memakai seragam putih-biru, alias SMP. Penampilan vokalis dengan gaya rambut belah tengah, terus terang saja kurang menarik. Lagu yang kemudian mengangkat nama Peterpan akhirnya saya ketahui berjudul "Mimpi yang Sempurna". Meski tak ada yang istimewa, harus diakui bahwa lagu ini cukup enak didengar.

Lagu kedua band ini yang kemudian digemari pasar adalah, "Semua Tentang Kita," dari album perdana mereka, "Taman Langit", cenderung lebih santai dan pelan, mellow. Saya suka lagu ini. Nadanya sederhana, liriknya menyentuh, dan bisa membawa pendengar masuk ke dalam kisah yang dituturkan sang vokalis. Namun permulaan saya benar-benar tertarik dengan band ini adalah saat mendengar, "Yang Terdalam", hits kedua dari album yang sama.

Ariel.

Kulepas semua yang kuinginkan, tak akan kuulangi.

Kalimat pertama yang dinyanyikan pada lagu ini membuat saya tersenyum. Bila ditelaah lebih jauh, seolah dia sedang bercerita, bahwa keinginan adalah sumber kekecewaan, atau bisa saja bermaksud bahwa, keinginan seringkali berujung pada kesalahan, untuk sebaiknya tidak diulangi. Ketertarikan selanjutnya muncul ketika saya mengetahui bahwa mereka menciptakan sendiri semua lagunya, dan ditulis oleh sang vokalis yang bernama Ariel.

Mengingat pada zamannya, Indonesia telah banyak sekali kehilangan para penulis lagu berbakat, hal ini tentu saja menarik perhatian. Bukan, saya bukan pengamat musik, hanya penikmat. Pada awal tahun-tahun 2000 sekian, pencipta lagu di Indonesia belum juga bertambah. Masih generasi tua seperti Yovie Widianto saja yang berjaya. Maka munculnya sebuah band yang bisa menciptakan sendiri lagu mereka, dan seorang vokalis yang menyanyikan sendiri kata-katanya, adalah modal yang cukup untuk bisa menapaki sukses, setidaknya, itu menurut saya.

Masih ku merasa angkuh, terbang kenanganku jauh. Langit kan menangkapku, walau kan terjatuh.

Dan fase kekaguman terhadap sang pencipta lirik, Ariel, terjadi saat mendengar sebuah radio memutar lagu "Bintang di Surga", yang menjadi andalan dari album kedua Peterpan. Lagi-lagi, baris pertama pada lagu sudah membuat saya cukup berpikir dan berusaha untuk mencernanya. Bagaimana mungkin ketika jatuh, langit lah yang akan menangkapmu? Sejauh apa kau terbang, hanya karena kenangan? Oke, saya mungkin terdengar berlebihan, tapi sungguh, saya merasa keseluruhan lirik pada lagu tersebut adalah salah satu dari yang terbaik. Dibandingkan Samson yang kurang lebih melejit pada saat bersamaan, Peterpan lebih mudah untuk dihargai, meskipun dalam kualitas suara vokalis, Ariel masih jauh tertinggal dari Bams, vokalis Samson.

Yang membuat saya semakin menyukai band ini adalah, meski tak signifikan, mereka benar-benar menunjukkan kemajuan. Sebagai band, mereka seperti sudah menemukan karakternya dalam album ini, tidak seperti yang pertama. Suara Ariel juga sudah lebih enak untuk didengar. Lirik-liriknya terdengar lebih matang, lebih dalam, dan simbolis.

"Di Belakangku", adalah mutlak, lagu yang membuat saya jatuh cinta dengan kemampuan Ariel dalam merangkai kata. Saya bahkan tidak menemukan kata-kata pujian yang paling pas. Lihat saja lirik yang terdapat di dalamnya:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline