Lihat ke Halaman Asli

dyah ayu

Mahasiswa S2 Manajemen FEB Universitas Negeri Malang

Berdialog dengan Mama

Diperbarui: 9 Februari 2016   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu yah, mungkin bisa dibilang setelah beliau datang aku hanya bisa mendengar di kejauhan

Beliau sangat santun saat menyapa ibu. Wah padahal beliau jauh lebih muda 6 atau 7 tahun lah dari cara beliau menggapi dan mengutarakan maksud beliaupun bijak dan langsung fokus ingin mengkhitbah saya, agak kaget awalnya memang mendengar ‘apa maksud beliau kerumah jalas sekali beliau inginkan menjadikan saya sempurna dimata Rabb. Tanpa mengenal, tanpa memandang, hafidz Quran wow gotta perfect ‘pikir ku saat mengdengar itu sih. Masih dengan mamapun tidak kalah bijaknya walaupun dengan minimnya ilmu agama mamah ,yaaa itulah mama tercipta seperti robot hummanoid yang bisa dengan cepat cocok berbicara dengan lawannya dan membuat takluk skak mat tiba – tiba beliau terdiam  1 jam berlalu sepertinya beliau pamit dengan santun pergi.......

Kira – kira ba’da ashar lamunan ku sirna seketika......

“dk, mama mau bicara ?” panggil mama dengan tegas

“Kamu yakin dengan anak tadi?” tanya mama, membuat aku grogi

“Yah! Tentu saja ma, beliau itu pemberian Alloh yang terbaik mungkin”jawab ku seolah –olah membunuh semua keragu-raguanku

“Tetapi dia belum punya apa-apa nak? Kamu siap dengan ketimpangtindihan itu?”pungkas mama seolah –olah mengisyaratkan aku untuk patuh padanya

“Insyaa Alloh ma aku yakin, Khadijah saat menikah dengan nabi keadaanya sama kan sama aku saat ini cuma yang membedakan amalan ibadahnya saja” tegas ku saat aku menandakan keputusan itu bulat

“Kamu tau ndak nduk itu Nabi bukan kamu dan orang tadi, dia itu masih kecil kamu ngga cukup apa di sakiti anak kecil terus?”dalih mama sontak menyadarkan ingatan ku yang sudah aq kubur dalam –dalam masa kelabu itu.....

“MAMA beliau itu beda dengan orang yang mama ungkit dulu sekali hampir aku lupa masa itu, mama itu kepingin seperti apa sih kehidupan aku berkeluarga? Sama hancurnya seperti keluarga kita atau mengulang masa – masa di mana terlalu banyak perbedaan sehingga tidak ada yang mau mengalah dan akhirnya hancur berantakan untung anak – anak tidak hancur berantakan”jawabku hampir membuat mama menitikan air mata dan saat itu aku sadar akan letak salahku ... yah bukan salah beliau tetapi salah ku memang tidak memikirkan keputusan akhir mama......

“Nak mama itu yang berhak atas kamu untuk bahagia ,bisa tidak untuk saat ini kamu tidak memikirkan untuk menikah sejenak saja sampai badai ini redah?”mohon beliau , kita sama – sama terdiam berlinang air mata tentu pikir ku ’jika tidak sama beliau, apa akan ada lelaki sholeh meminang ku tanpa syarat’ pecah tangisku saat itu.....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline