Lihat ke Halaman Asli

Kartini Terjerat Rupiah

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jaman masa penjajahan Belanda dulu wanita dilarang sekolah. Dari pagi sampai malam hanya di rumah melakukan pekerjaan rumah yang tak jauh dari "3R" yaitu dapur, sumur dan kasur. Kalaupun yang bekerja paling jadi buruh tani ato emban di keraton. Sangat jarang yang menjabat posisi yang lebih "intelek" kecuali keturunan bangsawan atau kerajaan.

Namun Kartini muncul sebagai pendobrak kondisi tersebut. Ia memperjuangkan persamaan hak wanita tuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Membuka wawasan yang lebih luas untuk kaum wanita.

Karena gerakan dari Kartini tersebut, maka kini kita kenal yang namanya emansipasi wanita. Mulai dari wanita yang ingin memperoleh persamaan pendidikan hingga karir yang sama dengan pria. Sah-sah saja dengan hal itu. Toh kemampuan wanita sama dengan pria. Dan buktinya wanita bisa menjadi dokter, menteri hingga presiden.

Tapi hal itu menyebabkan problematika tersendiri dewasa ini. Mulai dari banyak wanita yang mulai melupakan kodratnya sebagai seorang ibu. Mengejar karir tapi melupakan kewajiban mengasuh anak dan akhirnya mengalihkan kewajibannya mengasuh pada wanita karir lain yaitu babysitter. Atau ada pula orang tua yang memaksakan puterinya untuk berkarir yang tak sesuai dengan minatnya karena merasa telah memberi pendidikan tinggi bagi puterinya dan menuntut "prestasi" karir yang jelas.

Hai girls, kita sebagai wanita memang berhak berpendidikan dan berkarir. Tapi ingatlah prioritas utama bagi kita adalah keluarga. Jangan terjerat oleh pundi-pundi rupiah hingga melupakan kodrat kita. Waktu untuk keluarga lebih mahal dan tak pernah bisa tertebus gaji kita. Carilah pekerjaan yang benar-benar fair untuk keluarga dan benar-benar dapat dinikmati. Karna bekerja bagi kita adalah wadah untuk menampung ide-ide kita di luar konteks rumah tangga.

Saya yakin, Kartini memperjuangkan hak-hak wanita tuk memperoleh pendidikan bukan untuk mengejar harta, tapi agar wanita sebagai madrasah pertama bagi putra dan putri yang dilahirkan lebih berpendidikan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline