Lihat ke Halaman Asli

Ketika Kasus "Kopi Beracun" Hanya Akan Bersandar pada Pertalian Fakta

Diperbarui: 5 Februari 2016   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus pembunuhan “kopi beracun” bergulir semakin jauh dan menjadi kasus kontroversial yang membelah opini terhadap pernyataan “benar bahwa J membunuh M” menjadi dua. Di satu pihak, ada cukup keyakinan dari bukti-bukti yang ada bahwa J membunuh M sedangkan di pihak lain, tidak ada cukup keyakinan dari bukti-bukti yang ada bahwa J membunuh M karena bukti-bukti yang ada tidak menunjuk fakta langsung bahwa memang benar terjadi pembunuhan.

Pihak yang yakin bahwa terjadi pembunuhan meskipun tidak (belum) ada bukti langsung mendasari keyakinan mereka bahwa dari pertalian logis fakta-fakta yang ada bisa disimpulkan bahwa memang terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh J terhadap M. Pertalian logis ini lah yang menjadi tema pusat dari kebenaran koheren.

Sedangkan pihak lain yang tidak yakin mendasari argumentasi mereka dengan fakta bahwa tidak ada (atau belum ada) bukti langsung yang menunjuk bahwa telah terjadi pembunuhan oleh J terhadap M. Hubungan langsung antara pernyataan dengan fakta ini lah yang menjadi argumentasi kuat para pendukung kebenaran korespondensi yang sering mencantumkan pernyataan terkenal dari Thomas Aquinas “Veritas est adaequatio rei et intellectus”.

Konsep kebenaran korespondensi adalah konsep kebenaran yang lebih dominan dan muncul lebih awal dari konsep kebenaran koheren. Adanya hubungan pernyataan dengan fakta menjadi dasar dari kebenaran. Bagaimana jika fakta tidak tampak atau tidak terlihat jelas? Untuk persoalan ini lah konsep koheren memberikan alternatif pilihan dengan menawarkan kesimpulan yang bisa ditarik dari hubungan pertalian logis. Tetapi keduanya masih beranggapan bahwa sebuah pernyataan memiliki atau membawa nilai kebenarannya.

Kita tidak mempersoalkan pernyataan “benar bahwa ada monitor di depan kita” karena kesesuaian antara pernyataan dengan fakta (bahwa ada monitor di depan kita) memang benar adanya. Konsep idealisme subyektifnya George Berkeley sekali pun yang menawarkan persepsi adalah segalanya juga tidak menampik hubungan kesesuaian itu.

Tetapi bagaimana jika yang di depan kita adalah sebuah kotak kardus, apakah pernyataan “benar bahwa ada monitor di depan kita” itu benar. Sulit untuk mengatakan benar adanya karena benda itu tertutup kotak kardus. Di sini dibutuhkan pertalian logis. Pertama jika ukuran kotak kardus itu sesuai dengan monitor maka muncul fakta pertama yang menampilkan pertalian logis dengan pernyataan di atas. Kedua, jika tulisan atau merk yang tertera di kotak itu memiliki kemelekatan makna dengan monitor, maka muncul fakta kedua yang memiliki pertalian dengan fakta pertama dan pernyataan. Jika informasi sumber asal kotak itu memiliki hubungan erat dengan monitor, contohnya toko elektronik, maka muncul fakta ketiga yang memiliki pertalian dengan fakta pertama, kedua dan pernyataan. Dan semakin banyak fakta yang memiliki pertalian logis dengan pernyataan maka pernyataan itu dianggap benar.

Tetapi apakah dengan kebenaran koheren membuat kotak kardus itu tidak ada? Tentu saja tidak, benda itu masih berada di dalam kotak. Apakah benda itu mungkin benda lain, bukan monitor? Tentu saja ada kemungkinan tergantung apakah kita sudah memeriksa orang yang memasukan benda itu langsung. Dalam konsep kebenaran koheren, dibutuhkan banyak fakta yang akan menunjukkan kejelasan kebenaran dari pernyataan.

Kasus ini menjadi tugas yang berat bagi kepolisian karena polisi dituntut untuk menemukan bukti-bukti sebanyak mungkin untuk memudahkan penuntut di pengadilan untuk meyakinkan hakim bahwa pertalian itu mengarah ke pertalian logis yang membenarkan pernyataan di atas. Jika pertalian itu tidak cukup jelas dan logis maka hakim mungkin akan memutuskan pernyataan itu salah seperti halnya kita yang tidak yakin apakah ada monitor di dalam kardus jika informasi yang kita miliki tidak cukup untuk memunculkan pertalian logis. Dan yang perlu diingat adalah semangat positifismenya Auguste Comte memang mempengaruhi sistem pemerintahan modern yang didalamnya terdapat sistem hukum. Dengan kata lain hukum masih bersandar pada fakta-fakta empiris positifistik. Dan memang hukum sebaiknya berjalan di rel positifisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline