Lihat ke Halaman Asli

Dedy Gunawan

Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Koran Pertama yang Memperjuangkan Kemerdekaan Lahir di Medan, Bukan di Jawa

Diperbarui: 10 Februari 2016   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ORANG mengira, gagasan kemerdekaan muncul di Pulau Jawa atau saripati kongres pemuda 1928. Tak banyak yang tau, kalau "Benih Merdeka," sebuah koran terbitan Medan, 1916-lah yang pertama sekali yang melahirkan dan meniupkan gagasan kemerdekaan. Sayang sejarah tak pernah mencatatnya dengan baik.

***

SELEMBAR koran jadul, terbitan 1916 terpampang di dinding digital library Unimed, Selasa (9/2). Koran itu dilaminating, dengan harapan agar awet. Di atas koran itu, tertempel pula satu bingkai photo Mohamad Samin, sang pemimpin redaksi. Itulah koran "Benih Merdeka" menjadi saksi sebuah gagasan yang pernah lahir di kota Medan namun visinya melampaui zamannya: sebuah kemerdekaan bangsa.

Barangkali, kata Dr Ichwan Azhari, Sejarawan Unimed, mereka belum tahu kemerdekaan seperti apa yang mereka dambakan. Semua serba abstrak. Tidak ada gambaran yang jelas. Namun mereka sangat berani. Bayangkan, satu-satunya pemimpin redaksi yang perdana memakai kata "Merdeka" di korannya. Kata "Merdeka" itu dijadikan nama koran semata-mata untuk menumbuhkan benih-benih kemerdekaan. Karena kala itu, Belanda berkuasa.

Tak cuma memakai nama "Merdeka", bahkan taglinenya terang-terangan dibubuh: "Organ Untuk Mencapai Kemerdekaan." Tagline ini sungguh supersif. Kesan propagandanya kuat sekali. Tentu butuh keberanian besar untuk melakukan hal seperti ini. "Mungkin karena jauh dari pusat kekuasaan, dari Batavia, tetapi juga karena keberanian lebih kuat, memang ada di Medan ketimbang Jakarta," beber Ichwan.

Berani

Kenapa surat kabar Medan tergolong berani? Ichwan memberi penjelasan sesuai catatan sejarah. Kala itu, katanya, dua surat kabar kenamaan yakni Deli Courant dan De Sumatera Post menjadi sarapan kaum intelektual dan elit Eropa. Mereka memang punya hasrat dan kebiasaan baca koran tiap pagi. Nah, koran Benih Merdeka telah menginspirasi generasi muda di Medan untuk mendirikan koran-koran. Mereka mengetahui kebebasan berpendapat itu dihargai. Itu sebabnya mereka berani bersuara lewat tulisan. Dan ketika itu, lumrah jika ada orang melarang atau membredel koran, pihak pembredel bisa dituntut.

Nah, pada waktu itu, terang Ichwan, bukan koran yang dibredel, melainkan pemimpin redaksinya (pemred) yang ditangkap. Di sinilah uniknya perjuangan pers, walau pemrednya ditangkap, koran tetap beroperasi. Suara-suara kenabian, semangat menabur benih kemerdekaan tetap jalan. Harapan untuk bebas dari penjajahan tetap hidup dan dipelihara.

Apa yang disaksikan oleh "Benih Merdeka" adalah bukti kuat bahwa kemerdekaan itu bukan pada organisasi, seperti Budi Utomo. Bukan pula ada pada kongres-kongres pemuda 1928, yang tidak menuntut kemerdekaan. Tetapi, pada pers di Medan. Bayangkan, selusin tahun sebelum kongres pemuda yang sayup-sayup itu, di Medan, orang sudah menantang penjajah. Mereka lantang melawan. Gerakannya sangat radikal dan frontal. Oleh karena itu, sejarah Indonesia harus ditulis ulang.

Relevansi
Gerakan menulis dan mendirikan koran di zaman sebelum kemerdekaan juga menarik untuk dicermati. Di masa yang belum melek internet itu, para jurnalis gigih melaporkan perkembangan kondisi sosial, ekonomi, politi dan budaya masyarakatnya. Dan geliat persuratkabaran begitu luar biasa.

Tak heran jika pers di Medan dan Sumut punya sejarah yang panjang dan kaya. Bayangkan sampai datangnya Belanda ke Sumatera Utara, pada 1942, tercatat 133 penerbitan pers di Medan dan itu tidak bisa diimbangi kota manapun di Indonesia. Banyaknya varian surat kabar itu menunjukkan dinamika masyarakat Medan dan Sumatera utara yang luar biasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline