Lihat ke Halaman Asli

Dedy Padang

Orang Biasa

Si Manusia Seribu

Diperbarui: 6 Agustus 2024   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Penulis

Semua berawal dari rasa takutku sewaktu dia tiba-tiba mendatangiku di beranda rumah. Dengan tangan terulur ke arahku, dia berkata: "Saribu jo!", yang artinya "Seribu lah". Dari kata yang diucapkan saya banyak yakin kalau dia itu orang Batak. Saya juga orang Batak dan karenanya saya mengerti apa yang dia ucapkan.

Saat itu, saya segera lari karena dia memang (maaf) orang dalam gangguan jiwa. Sekalipun dia tidak seperti hendak menyerang, namun keadaannya yang demikian membuat saya kurang berani mendekatinya. Yang membuat saya merasa heran ialah mengapa dia minta hanya seribu.

Hari berikutnya kami bertemu lagi. Saat itu kami ketemu di jalan saat saya hampir tiba di rumah. Lalu hal yang sama segera dia ucapkan. Bedanya, kali itu dia menambahkan kata-katanya: "Saribu jo!. Apala saribu pe dang boi dilean!" yang artinya: "seribulah, masa seribu saja tidak bisa diberi!". Lalu, sambil berkata: "satokkin jo dah", yang artinya "Tungguh sebentar", saya membuka dompet dan menemukan sejumlah yang dia minta. Setelah saya beri, sambil tersenyum dia pergi dan mengucapkan "Mauliate da", yang artinya"Terima kasih ya".

Saya senang melihat ekspresinya. Saya masih ingat rasa takutku yang muncul waktu pertama kali bertemu dengan dia. Namun, saat saya memberanikan diri untuk memberikan apa yang dia minta, rasa takutku terhadapnya tidak ada lagi.

Sejak peristiwa itu, saya selalu siapkan uang seribu di dalam saku ku. Tujuannya ialah supaya jika kami bertemu kembali, maka saya pun bisa segera memberikannya.

Sejak tulisan ini saya buat, mungkin sudah beberapa kali saya memberinya uang seribu setiap kali kami bertemu. Pernah juga suatu hari saat saya dan teman saya pergi ke warung, dia tiba-tiba melintas dan berjalan ke arah kami. Teman saya itu bilang "tidak ada", sambil menggerakkan tangannya. Namun saya segera rogoh saku celanaku dan mengeluarkan uang seribu sambil berkata: "Aku sudah mempersiapkannya untuk dirinya". "Oh, ternyata kenal", kata temanku membalas.

Saya menyebutnya si manusia seribu. Entah mengapa dia hanya meminta seribu. Saya memang belum pernah memberinya sejumlah uang yang lebih dari yang dia minta. Dugaanku, saat saya memberi uang lebih dia akan berkata: "Gak ada kembaliannya", atau malah akan semakin berterima kasih kepadaku. Saya tidak tahu juga. Saya hanya ingat kata-katanya: "Masa hanya seribu aja tidak bisa diberi".

Saya berefleksi kalau kata-katanya itu adalah ajakan untuk berani berbagi dari jumlah yang paling kecil. Memang yang paling kecil dari seribu ialah lima ratus, karena uang seratus rupiah sudah tidak mampu lagi membeli sesuatu. Namun kebetulan dia minta seribu dan mungkin sudah jarang ada makanan yang bisa dibeli dengan harga lima ratus rupiah.

Oleh karena itu, bagi saya, perkataannya itu seolah mengajari saya bahwa berbagi tidak selalu dimulai dari harga yang besar. Yang penting itu ialah perbuatan berbaginya, bukan jumlah yang dibagikan.

Hal lain yang saya refleksikan dari kata-katanya itu ialah berbagi dengan jumlah yang kecil sekalipun pasti sudah membuat orang yang menerimanya itu bersyukur. Saya selalu ingat ekspresinya setiap kali saya sudah memberinya uang seribu. Dia tersenyum dan sambil sedikit menundukkan kepala dia mengucapkan terima kasih kepada ku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline