Mungkin dengan judul yang saya berikan di atas, setiap dari kita yang membacanya pasti akan segera mempersalahkan saya. Dan memang benar, saya lebih suka dipersalahkan dari pada membuktikan orang lain bersalah atas konflik yang terjadi di antara saya dengan dia, terlebih bagi dia yang sudah menjadi rekan saya dalam waktu yang tidak singkat.
Ceritanya begini. Semoga dengan menceritakannya, teman-teman pembaca sekalian pun memahami saya tentang pilihan yang saya ambil.
Suatu hari saya sedang bersiap-siap untuk memimpin Perayaan Ekaristi bagi Siswa-Siswi dari Sekolah Menengah Pertama Katolik. Perayaan Ekaristi akan kami mulai pukul 07.30 WIB.
Namun, karena suara band yang berasal dari sekolah yang letaknya persis di samping Gereja tempat kami akan merayakan Ekaristi masih ada, maka kami mengambil waktu untuk menunggu sampai pukul 08.00.
Pikir kami, mereka akan segera berhenti. Apalagi Suster Kepala Sekolah SMP Katolik tersebut sudah mendatangi mereka untuk memberitahukan bahwa kami akan merayakan Ekaristi dan memohon agar bandnya dihentikan sejenak. Umumnya Perayaan Ekaristi memakan waktu kurang dari satu jam.
Jam dinding Gereja menunjukkan pukul 08.05, namun suara band dari Sekolah sebelah masih bersuara dengan gagahnya. Akhirnya saya putuskan untuk memulai Perayaan Ekaristi di tengah keributan suara band yang ada.
Akibat dari suara band tersebut, saya sendiri hampir tidak bisa mendengar suara siswa yang membacakan Sabda Tuhan saat itu. Hal yang sama juga terjadi pada saya saat sedang membacakan Sabda Tuhan dari Buku Injil.
Saat homily, atau menjelaskan isi Sabda Allah yang baru saja dibacakan, situasinya juga sama. Setiap pertanyaan yang saya ajukan kepada para siswa tidak mendapat jawaban yang jelas. Saya mengerti, bukan karena mereka tidak mengerti isi pertanyaan saya, tetapi karena terganggu dengan suara yang ada.
Akhirnya, Perayaan Ekaristi pun berakhir. Saya bersyukur bahwa Perayaan Ekaristi bisa berlangsung, sekalipun dengan gangguan suara yang ada.
Seusai Perayaan Ekaristi, awalnya saya berencana hendak mengunjungi kepala sekolah dari sekolah yang membunyikan band tersebut. Sampai saat Perayaan Ekaristi usai, festival band mereka belum juga berhenti. Namun saya mengurungkan niat itu. Alasannya, saya takut melukai hati mereka karena membuat mereka mengerti betapa terganggunya kami menghayati Perayaan Ekaristi dengan suara band yang mereka lakukan.