Seperti yang diberitakan oleh kompas.com (31 Maret 2021), ternyata sebelum Zakiah Aini (ZA) menyerang Mabes Polri, keluarga sudah menemukan surat wasiat yang dibuat Zakiah Aini. ZA melakukan penyerangan sekitar pukul 16.30 WIB dan keluarga menemukan surat itu di waktu siang.
Isi surat itu memuat permintaan maaf ZA kepada orang tuanya dan juga pesan kepada saudara-saudarinya untuk menjaga orang tuanya. Dalam surat itu, ZA juga pamit kepada orangtuanya.
Ketika menemukan surat wasiat tersebut, kakak dari ZA sempat bingung. Lalu ia mengambil inisiatif untuk melapor ke Polres. Namun sebelum itu dilakukan, ternyata ZA sudah diberitakan menyerang Mabes Polri dan oleh petugas di sana, ZA dilumpuhkan. (Seperti yang diungkapkan oleh Lurah Kelapa Dua Wetan, Sandy Adamsyah dalam kompas.com, 1 April 2021).
Diberitakan lebih lanjut oleh Kompas.com (1 April 2021), bahwa orangtua ZA mendatangi Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Saat itu, mereka datang tanpa mengatakan apa-apa.
Bagi penulis sendiri, ZA terbilang sungguh tega. Ia tega meninggalkan orangtua dan saudara-saudarinya untuk hal yang belum pasti kebenarannya. Ia meninggalkan mereka yang dicintainya dan yang mencintai dia.
Jika seandainya ia memang berniat pamit, hendaknya ia menyampaikannya secara langsung kepada orangtua dan saudara-saudarinya. Namun kelihatannya ZA telah menutup komunikasi cinta di dalam keluarganya dan menyangka semuanya akan menjadi lebih baik saat ia mati sebagai teroris.
Untuk apa yang seterusnya terjadi pada ZA, kita tidak tahu karena hidup dan mati itu misteri Ilahi. Setelah kehidupan kita di dunia ini berakhir, kita hanya bisa pasrah pada apa yang dikehendaki Tuhan untuk kita alami selanjutnya.
Selain tega, ZA juga terbilang sungguh nekat. Hanya dengan seorang diri, ia nekat menyerang Mabes Polri hanya dengan seorang diri. Ditambah lagi, ia adalah seorang perempuan yang mestinya memiliki naluri memelihara dan memberi kehidupan.
Apa yang ada di dalam pikirannya saat itu? Mengapa ia justru menyerang Mabes Polri, yang pastinya dihuni oleh petugas-petugas yang sudah berpengalaman dan mahir dalam menggunakan senjata, hanya dengan seorang diri. Dan untuk melakukan aksinya tersebut ia hanya bermodalkan pistol. ZA sungguh-sungguh nekat dan ia telah pasrah untuk meninggalkan dunia ini.
Namun itulah gambaran dari betapa dasyatnya pencucian otak di kalangan para teroris. Mereka bisa membutakan akal sehat para simpatisannya sehingga tidak lagi bisa melihat kebenaran.