Lihat ke Halaman Asli

Dedy Padang

Orang Biasa

Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Mari Terus Memeranginya

Diperbarui: 28 November 2020   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Dalam suatu obrolan di ruang makan, seorang saudara mengatakan bahwa ia baru saja bertemu dengan seorang ibu yang anaknya dinyatakan positif covid-19. Saudara tersebut mencoba mengingatkan ibu itu agar tidak ke mana-mana untuk sementara waktu sebelum anaknya dinyatakan sembuh dari covid. Namun ibu itu mengelak dengan mengatakan bahwa mereka tidak percaya dengan diagnosa anaknya tersebut. Akhirnya saudara itu pergi dan meninggalkan ibu itu.

Spontan setelah mendengar peristiwa itu berbagai komentar bermunculan. Ada yang mengatakan kalau ibu itu pembangkang. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi berkat kekurang tegasan dari tim gugus tugas covid-19 yang membiarkan begitu saja keluarga-keluarga yang anak atau anggota keluarganya positif covid-19. Dan ada juga yang mengatakan bahwa itu menjadi tanda kalau masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah terkait dengan covid-19 ini.

Dari saya pribadi, saya menyetujui komentar-komentar tersebut sambil bertanya dalam hati, jika demikian, kapan daerah kami bisa bebas dari covid-19?

Dikutip dari kompas.com, kemarin, 27 November 2020, pemerintah melaporkan bahwa telah terjadi penambahan 5.828 kasus baru positif covid-19 dengan angka kematian sebanyak 169 orang. Penambahan hari itu menjadi yang terbanyak sejak pandemi ini berlangsung. Masihkah kita tidak percaya?

Bagi saya pribadi, perlawanan terhadap covid-19 itu harus berawal dari diri sendiri. Itu artinya, perlawanan itu tidak boleh dikaitkan dengan beredarnya berbagai informasi miring tentang covid-19 ini karena ada satu hal yang tidak mungkin miring yaitu bahwa covid-19 benar-benar ada dan sangat berbahaya. Untuk itu perlu selalu diwaspadai.

Memang cukup disayangkan adanya berbagi informasi miring yang mengatakan kalau covid-19 hanyalah sebatas konspirasi belaka. Ada juga yang mengatakan kalau pemerintah setempat mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan dari pandemi ini dengan memanipulasi data yang ada. Namun meskipun demikian, covid-19 tidak bisa dipungkiri kehadirannya.

Selama berada di kota Sibolga, sejak bulan Oktober hingga November 2020, saya melihat secara langsung bagaimana orang-orang yang meninggal dunia setelah beberapa hari sebelumnya mengalami gejala-gejala covid-19. Yang parahnya lagi, saat hendak memberi penghormatan terakhir, kita hanya bisa melakukannya dalam doa kita masing-masing karena acara pemakaman diatur sepenuhnya oleh petugas khusus. Saya tidak bisa membayangkan betapa dalamnya kesedihan dari keluarga yang ditinggalkan tersebut. Mereka hanya bisa menangis melihat jenazah saudaranya keluar dari mobil ambulans oleh beberapa petugas dengan pakaian putih yang dilengkapi dengan APD (Alat Perlindungan Diri) yang lengkap, bahkan saya kira, sangat pengab dan gerah.

Selain peristiwa di kota Sibolga, saya juga beberapa kali melihat cuplikan video dari seseorang yang baru saja ditinggalkan oleh keluarganya, bahkan keuda orangtuanya, karena covid-19.

Harusnya, kisah sedih yang mereka alami membangkitkan empati dalam diri kita bahwa ternyata covid-19 itu bukan saja tentang diri kita sendiri, tetapi juga orang-orang yang ada di sekitar kita. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan.

Mungkin di sekitar kita ada juga orang-orang yang tidak peduli dengan pandemi ini. Mereka bergerak ke mana saja semaunya tanpa menaati protokol kesehatan. Bukan hendak membangkitkan rasa benci kepada mereka, namun fenomena itu janganlah menyurutkan semangat perlawanan kita terhadap covid-19.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline