Syukur kepada Tuhan, karena saya baru saja menyelesaikan masa isolasi mandiri ku. Itu artinya, saya sudah boleh bergabung dalam kegiatan-kegiatan bersama di komunitas seperti makan, ibadat atau ofisi, merayakan Ekaristi dan yang paling seru ialah nongkrong bareng di ruang rekreasi.
Harus saya akui kalau saya merasa kesulitan dalam menjalani isolasi mandiri. Kesulitan itu ialah tentang kesetiaan untuk menjalaninya.
Yang namanya isolasi mandiri berarti saya masih berada di tengah-tengah komunitas ku. Saya juga masih bisa berjumpa dengan teman-teman komunitas dan mendengar suara mereka.
Namun itu semua saya lakukan dari kamar. Oleh karena merasa dekat dengan komunitas, maka selalu ada godaan untuk bergabung secara langsung bersama mereka, bercanda bersama mereka dan bekerja bersama mereka.
Saya juga merasa sangat tergoda jika ada undangan makan di luar, namun tetap dengan protokol kesehatan. Mereka hanya menyampaikan pamit kepada ku dan pergi makan di luar, sementara saya tetap dengan menu biasa di komunitas.
Bosan dan penat adalah menu harian yang kuterima selama isolasi mandiri. Meskipun demikian, saya terus membangun tekad untuk setia menjalaninya.
Sejak awal saya sudah membangun tekad bahwa isolasi mandiri ialah demi kebaikan bersama. Jadi tekad itu selalu saya jaga agar tidak menciptakan persoalan di dalam komunitasku.
Cara saya mengusir rasa bosan dan penat ialah dengan mengambil waktu yang tepat untuk keluar kamar. Waktu yang tepat itu ialah saat anggota komunitas sedang pergi keluar.
Namun waktu ku untuk keluar bukanlah pergi ke tempat-tempat di mana kami selalu bersama. Saya pergi keluar untuk berkebun dan saat keluar dari kamar, saya juga tidak menyentuh benda apa pun yang ada di sekitar ku.
Berkebun adalah salah satu cara ku untuk mengusir rasa bosan. Hati dan pikiran ku terasa segar ketika melihat kebun ku yang hijau dan bersih.