Lihat ke Halaman Asli

Dedy Padang

Orang Biasa

Terjebak dalam Rasa Benci

Diperbarui: 4 November 2020   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Benci (pixabay.com) 

Suatu kali kami sedang makan siang bersama. Saat itu kami berlima dan menurut jumlah yang seharusnya, ada dua orang yang tidak bersama kami. Mereka sedang ada tugas di luar komunitas dan biasanya akan tiba setelah kami selesai makan.

Saat makan itu, kami asyik berdiskusi tentang keadaan komunitas kami. Kami saling memberi pendapat dan koreksi kepada beberapa teman. Namun ada hal yang tidak menyenangkan terjadi saat itu.

Saat itu saya sedang mendapat koreksian dari seorang teman. Sebenarnya isi koreksiannya baik dan benar namun karena sebelumnya kami bertengkar, maka saya tidak terima dengan koreksiannya tersebut.

Saya selalu membela diri dengan apa yang baru saja dikoreksi. Itu berlangsung lama sampai seorang teman yang berada di dekat saya menasihati saya untuk meng-iya-kan apa yang menjadi koreksiannya tersebut. Lalu kami kembali kepada masalah komunitas secara umum.

Seusai makan siang, saya pergi ke ruang doa untuk berdoa secara pribadi. Saya sangat membutuhkan ketenangan batin setelah apa yang baru saja saya alami.

Dalam suasana doa, saya mencoba membayangkan kembali apa yang terjadi di ruang makan tersebut dan secara khusus saya memberi fokus kepada koreksi yang kuterima tentang diriku.

Ternyata tidak ada yang salah dengan isi koreksiannya karena tujuannya untuk kebaikan ku dan kebaikan kami bersama. Namun saya mengerti mengapa saya begitu sulit menerimanya saat itu, yaitu karena saya masih menyimpan dendam dengan dirinya. 

Saya masih menaruh benci dengan dirinya karena persoalan yang terjadi di antara kami dan itu membuat saya buta akan kebenaran yang diungkapkan olehnya.

Saya menyadari bahwa saya telah terjebak oleh rasa benci atau dendam yang ada di dalam diriku. Saya tidak bisa melihat kebenaran karena rasa benci yang mendahului isi pikiranku. Dan beruntung ada teman yang mencoba memberi saya nasihat untuk menahan diri. 

Nasihat itu sama bunyinya agar saya berhenti sejenak dari rasa benci kepada kejernihan hati dan pikiran untuk menyambut kebenaran yang baru saja disampaikan untuk ku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline