Lihat ke Halaman Asli

Dedy Padang

Orang Biasa

Kisah TOP di Pulau Nias (Bagian 7)

Diperbarui: 27 Oktober 2020   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berfoto seusai Drama Jalan Salib di Gereja Stasi Santo Matias Gido. (Dok.pri) 

Farau Danga

Selain simbi dan afo, masyarakat Nias juga memiliki kebiasan lain untuk menghormati sesamanya yaitu berjabat tangan atau yang dalam bahasa mereka disebut farau danga.

Sesungguhnya kebiasaan untuk berjabat tangan merupakan hal yang biasa. Meskipun demikian saya tetap takjub dengan kebiasaan berjabat tangan yang dilakukan oleh masyarakat Nias.

Awal rasa takjub saya atas kegiatan itu kualami saat saya pergi ke stasi untuk menemani Pastor merayakan Perayaan Ekaristi. Sesampainya di gereja, Pastor langsung bergerak untuk menyalami semua orang yang ada di dalam gereja sambil berkata: "Ya'ahowu!". Saya bertanya dalam hati, "Mengapa harus semua disalam". Meski saya heran, tetapi saya mengikuti apa yang dilakukan oleh beliau.

Rasa takjub yang selanjutnya juga saya alami saat saya pergi ke stasi dengan seorang katekis. Sesampainya di sebuah rumah dari ketua stasi, pak katekis langsung menyalami semua orang yang ada di dalam rumah itu dan sekali lagi saya pun mengikutinya.

Rasa takjub berikutnya saya alami saya berpapasan dengan orang di tengah perjalanan. Pak Katekis yang menemani saya langsung memberi sapaan: "Ya'ahowu, lo farau danga ita e!". Kata sapaan pak Katekis itu berbunyi demikian: "Hai, kita tidak perlu berjabat tangan ya!". Lalu jawab orang disapa itu demikian: "Ya'ahowu, lau, lo salania" yang artinya: "Hai juga, iya tidak apa-apa".

Sebenarnya yang langsung memunculkan pertanyaan dalam hati ku tentang makna berjabat tangan atau farau danga ialah perkataan dari pak katekis tersebut: "Ya'ahowu, lo farau danga ita e" yang artinya "Hai, kita tidak perlu berjabat tangan ya".

Menurutku, kata-kata dari pak katekis itu mengatakan sesuatu tentang berjabat tangan atau farau danga dalam kebiasaan mereka. Dari kata-kata itu saya mengerti bahwa kegiatan berjabat tangan itu perlu dilakukan dan saat kita tidak bisa melakukannya kita harus mengatakannya agar orang yang kepadanya kita harusnya berjabat tangan mengerti dan boleh jadi agar tidak tersinggung.

Akhirnya kebiasaan itu tumbuh juga dalam diriku. Setiap kali berkunjung ke rumah umat saya akan langsung menyalami mereka satu persatu sambil berkata: "Ya'ahowu!". Begitu juga halnya saat berkunjung ke sebuah gereja untuk memandu ibadat, saya akan menyalami mereka semua baik sebelum ibadat dimulai maupun setelah ibadat berakhir.

Memang benar, selain menunjukkan rasa hormat kepada sesama yang ada di sekitar kita, berjabat tangan juga membuat kita merasa nyaman berada di antara mereka. Rasa itu sangat saya perlukan karena pada saat itu saya adalah orang baru bagi mereka dan mereka pun orang baru bagi saya. Untuk memecah kekakuan di antara kami, berjabat tangan adalah sarana terbaik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline