Air Hujan Mineral
Saya telah banyak mendengar informasi tentang keadaan beberapa Paroki di Pulau Nias. Masalah umum yang ada di sana ialah ketersediaan air bersih. Masih ada Paroki yang tergantung pada air hujan.
Di paroki tempat saya TOP (Tahun Orientasi Pastoral) ternyata mengalami hal yang sama. Memang tidak begitu parah karena dibantu dengan air pegunungan. Hanya saja, untuk air minum, kami mengandalkan air hujan. Air yang mengalir dari gunung mengandung kapur sehingga tidak baik untuk dikonsumsi.
Paroki telah menyediakan tong penampungan air hujan dengan volume 2000 liter. Airnya kami alirkan dari atap melalui talang air yang langsung mengarah ke tong air. Dari penampungan itulah ari mineral untuk minum mengalir bagi kami.
Untuk mencegah terjangkitnya penyakit bagi tubuh, kami merebusnya sampai matang dengan api yang menggunakan kayu bakar. Setelah benar-benar mendidih, sebagian kami tuang ke dalam termos panas untuk ketersediaan air panas yang digunakan membuat kopi atau teh dan yang lainnya kami biarkan begitu saja sampai dingin, dan setelah dingin, kami memasukkannya ke dalam dispenser. Untuk merebus air kami menggunakan dandang berukuran besar sehingga memungkinkan bagi kami ketersediaan air minum selama satu hari.
Ketika pertama kali mencicipinya, rasanya tidak enak di perut. Tanpa ingin terkesan manja, tetapi pada waktu pertama kali meminumnya, saya mau muntah karena merasa ada lendir-lendirnya. Memang rasanya berbeda dengan air mineral yang biasanya. Bagi orang-orang yang bertamu ke pastoran pun pasti merasa asing dengan air minum kami. Namun, setelah beberapa kali mencobanya, barulah perutku beradaptasi dengannya dan saya merasa seperti minum air mineral biasa.
Selama berada di Paroki tempat saya TOP, keyakinan bahwa air hujan adalah curahan rahmat dari Tuhan semakin tinggi kurasakan. Bisa dibayangkan jika terjadi kemarau berkepanjangan, maka persediaan air minum kami akan terancam. Selain untuk air minum, air hujan juga mampu menjaga ketersediaan air dari gunung. Itu artinya, jika musim kemarau terjadi, air tidak akan mengalir dari gunung, padahal air itu kami gunakan untuk keperluan mandi, mencuci dan keperluan kamar mandi lainnya.
Untuk air gunung, kami alirkan ke pastoran dengan menggunakan pipa. Ternyata bukan hanya kami yang memanfaatkan air gunung itu. Komunitas susteran dan panti asuhan yang berada dekat pastoran juga menggunakannya. Karena itulah terdapat banyak pipa yang terpasang di aliran air gunung tersebut.
Saat hujan turun maka air gunung akan keruh dan berkapur, dan itu berlangsung selama beberapa jam setelah turun hujan. Oleh karena itu, jika hujan turun, maka kami akan mematikan aliran air dari gunung ke pastoran untuk sementara waktu sampai aliran airnya tidak lagi keruh atau berkapur.
Petakanya ialah jika hujan tidak turun-turun hingga sebulan. Itu akan membuat air dari gunung tidak bisa mengalir ke pastoran. Jika ini yang terjadi maka kami akan menumpang mandi di aula yang bak mandinya terisi dengan air hujan yang langsung dialirkan dari atap. Bak itu hanya digunakan saat ada pertemuan dengan para ketua-ketua stasi atau pengurus harian paroki lainnya. Namun itu hanya bisa digunakan untuk keperluan kamar mandi, sementara untuk air minum kami harus beli air galon.