Lihat ke Halaman Asli

DI Balik Hingar-bingar Para Politisi (Garut)

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Garut,22 November 2013)

Kurang lebih 5 (lima) tahun kebelakang masih teringat dalam memori kita pertarungan politik antara kerajaan independent dengan kerajaan non independent di wilayah Garut pangirutan. Sangatlah meriah waktu itu ketika kedua kerajaan tersebut memiliki calon masing-masing untuk di jadikan sebagai pemimpin daerah yakni sebagai Bupati dan wakil bupati. Setiap calon pada waktu itu saling menunjukan taring dan membanggakan kencana kerajaan yang mengusungnya, tidak sedikit saling serang dan adu argument pun terjadi, bahkan para prajurit yang mengiringnya pun sama-sama ikut menguatkan jagonya yang ada di atas arena politik waktu itu.

Begitulah sederhananya kejadian waktu itu. Singkat cerita jago dari kerajaan independent lah yang berhak maju dan menduduki kursi kekuasaan (Bupati dan Wakil Bupati). Terharu, sorak sorai, suara genderang kemenangan, pengajian, sholawatan serta keramaian lainnya pun terdengar dari kerajaan independent sebagai bentuk syukuran kepada sang pencipta alam bahwa jago yang di usungnya menang. Beribu harapan perubahan dari masyarakatpun yang ada di berbagai wilayah Garut baik utara, selatan, tengah, timur maupun Garut barat semakin optimis dan percaya bahwa di tangan kepemimpinan independent cita-cita untuk berubah dan maju bagi daerah Garut dapat diwujudkan dengan nyata.

Sekarang cerita itu tinggal coretan sejarah untuk sebagian besar masyarakat Garut. Kemenangan yang diraih oleh golongan independent tidak mampu bertahan lama, kekuatan yang diharapkan didominasi oleh masyarakat tanpa embel-embel partai politik ternyata jatuh di tengah-tengah perjalanan. Kekuatan politik jalur independent dipandang belum mampu mewakili sebagian besar harapan masyarakat Garut, selain itu mesin politik yang dibangun pun masih rapuh karena lagi-lagi persoalan mental untuk berkuasa baik sang raja ataupun para pemburu rente yang ikut memenangkan jagonya yang memanfaatkan kesempatan demi kepentingan pribadi dengan dalih sebagai jasa memenangkan pertarungan tersebut.

Berkuasa dan Menguasai

Catatan kemenangan dari jalur independent ternyata telah menjadi pembelajaran bagi masyarakat Garut pada umumnya, pada pemilihan kepala daerah kabupaten Garut untuk periode 2013 2018, Garut lagi-lagi menjadi rekor dengan calon kepala daerah terbanyak yaitu sebanyak 10 (sepuluh) pasangan calon ikut kontestasi dalam pemilu kepala daerah. Hal tersebut, secara tidak langsung telah menunjukan bahwa tingkat melek politik di Kabupaten Garut semakin kesini semakin tinggi. Tercatat sebanyak 22 (dua puluh dua ) pasangan calon dari jalur Independen ikut mendaftarkan diri dan yang lolos untuk mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah adalah sebanyak 4 (empat) pasangan.

Akan tetapi, banyaknya pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dalam pemilukada Kabupaten Garut baik dari pasangan yang di usung partai politik atau dari jalur independent bukan merupakan jaminan semakin meningkatnya partisipasi politik masyarakat dan juga bukan merupakan jaminan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Kekuatan politik para elit menengah ke atas lah yang akan berkuasa dan menguasai sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Garut. Anggaran yang pro masyarakat kecil (propoor)biasanya hanya akan di ingat, dipertimbangkan dan disimpan untuk dibuka dilain kesempatan dan dilain kepemimpinan saja.

Akses masyarakat terhadap APBD sampai saat ini masih minim bahkan tertutup. Hal tersebut disebabkan karena berbagaimacam kepentingan yang sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari mulai dari kerabat, pemodal dalam kampanye dan para pemburu rente lainnnya seperti para oknum tim sukses yang menjelma menjadi sukses tim ketika pertarungan pemilu berlangsung.

Partisipasi politik masyarakat dalam memberikan hak suara di Kabupaten Garut pada dasarnya untuk beberapa wilayah mengalami penurunan (Radar Garut, 19 november 2013), hal tersebut menunjukan bahwa suhu politik diKabupaten Garut tidak begitu berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suaranya pada pemilukada saat ini akan tetapi sebagian besar berpengaruh terhadap golongan menengah ke atas saja. Dengan demikian semakin banyaknya calon yang muncul dalam pemilukada periode 2013-2018 ataupun legislative yang akan diselenggarakan tahun depan, asumsi penulis hal tersebut adalah hanya sebagai peningkatan hasrat individu untuk mendapatkan kekuasaan yang nantinya akan digunakan untuk mengamankan kroni-kroninya bukan lagi sebagai perwujudan dari ketulusan untuk memperbaiki Garut keseluruhan.

Warisan Kuat Politik Transaksional

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak politiknya secara kritis merupakan pekerjaan rumah bagi semua partai politik dan kaum muda Garut. Semua partai politik seyogyanya melakukan kaderisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, keterlibatan masyarakat sipil di semua sektor merupakan salahsatu tanda atau gambaran meningkatnya pembangunan sumber daya manusia. Sampai saat ini pendidikan-pendidikan politik yang digembar-gemborkan partai politik hanya sekedar bagaimana caranya masyarakat mengenal politik transaksional dengan indoktrinasi kepada pemilih/masyarakat agar memilih dirinya, tanpa memberikan pemahaman kritis bagaimana cara-cara masyarakat sipil memperjuangkan hak-haknya dan bagaimana masyarakat sipil berperan serta dalam setiap pembangunan daerahnya.

Al hasil, politik transaksional yang selama ini dijalankan telah berdampak atau menyumbang terhadap matinya daya kritis masyarakat terhadap kondisi dirinya sendiri. Masyarakat dengan sengaja telah dijauhkan oleh sistem untuk tidak kenal dengan potensi diri dan daerahnya sendiri. Ketika masyarakat sipil telah terjauhkan dari dirinya sendiri maka disana adalah potensi awal masuk berbagai macam kepentingan yang mengagungkan materi. Setiap kagiatan dan aktivitas apapun pada akhirnya hanya bisa ditilai hanya dengan materi (uang) saja.

Intinya sebagian masyarakat sipil sekarang tidak akan bicara dan duduk jika tidak ada uang duduk, jarang sekali mau bergerak jika tidak ada uang untuk bergerak walaupun bicara dan duduk tersebut dilakukan semata-mata untuk kepentingan dirinya atau lingkungannnya kedepan. Kondisi ini adalah salahsatu dampak negatif yang disengaja oleh para politisi dan para kapitalis birokrat yang diakhir tahun anggaran sebagian kerjanya adalah menghabiskan anggaran program bukan target output yang dihasilkan.

Pendidikan politik yang mencerdaskan untuk saat ini menjadi barang langka dan butuh waktu yang cukup lumayan lama dalam mewujudkannya. Calon-calon anggota legislative yang saati ini bermunculan dari kalangan muda yang mempunyai visi dan misi terukur dan pro rakyat terpaksa harus berjuang lebih keras dan bahkan terpaksa harus mengikuti kebiasaan yang sudah ditanamkan oleh para politisi pendahulu dan para kapitalis birokrat yaitu membiasakan transaksional yang berujung pada indoktrinasi calon terhadap masyarakat sipil.

Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi khususnya ketika tahun-tahun politik berjalan disatu sisi menandakan tingginya tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap para politisi baik eksekutif maupun legislatif. Kejenuhan masyarakat atas tidak meratanya pembangunan di daerahnya dan ditambah karakter kebanyakan politisi yang selalu ingkar janji merupakanpenyebab lain atas tindakan sebagian masyarakat sipil untuk mendahulukan permintaan langsung.

Hal tersebut tentu saja diharapkan tidak menjadi halangan dan alasan untuk terus memberikan pengetahuan serta pemahaman terhadap masyarakat sipil tentang betapa besar dan berharganya peranan masyarakat sipil dalam menentukan arah gerakan bangsa Indonesia khususnya Kabupaten Garut untuk 5 (lima) tahun kedepan.

Momentum Untuk Berubah

Dari sekian banyak pasangan calon yang lolos mengikuti kontestasi pemilukada, sekarang tinggal menunggu hasil dari 2 (dua) pasangan calon yang tersisa. Hanya beberapa hari lagi kedepan, masyarakat Garut tengah bersiap-siap menunggu hasil pleno KPU Kabupaten Garut. Siapapun pemenangnya bukan merupakan kemenangan pasangan kedua calon akan tetapi kemenangan seluruh masyarakat Garut, karena hal terpenting yang harus diingatkan adalah sejauhmana tingkat kepedulian Bupati dan Wakil bupati nanti dalam menciptakan kesejejahteraan yang adil dan merata tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme.

Akhirnya, semoga coretan sederhana ini dapat mengingatkan kembali kepada kita semua begitu berharganya kita sebagai masyarakat sipil dalam menentukan arah kebijakan daerah terlebih negara Republik Indonesia kedepan. Sudah saat nya pada momentum masa-masa politik sekarang kita melangkah untuk terus-terusan berubah meningkatkan posisi tawar masyarakat sipil sebagai subjek politik bukan sebagai objek politik lagi agar tidak menjadi korban kepentingan politik para pemburu rente.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline