Lihat ke Halaman Asli

Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi

Hapus Ambang Batas Presiden (Presidential Treshold)

Diperbarui: 20 Agustus 2021   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok : Pribadi/Penulis

Kendati pemilihan presiden masih beberapa tahun lagi, akan tetapi euforia dimasyarakat Indonesia sudah mulai terasa.

Padahal bursa pencalonan presiden di 2024 akan didominiasi wajah-wajah lama, meski presiden Jokowi tidak dapat dicalonkan kembali mengingat Undang-Undang Dasar '45 membatasi jabatan seorang presiden hanya 2 priode.

Tetapi ada saja wacana segelintir orang yang menginginkan Presiden Jokowi 3 priode dengan mengamandemen Undang-Undag Dasar '45.

Terlepas dari itu, pemilihan presiden di 2024, tetap saja  partai besar yang mempunyai mayoritas di Parlemen yang dapat mencalonkan presiden.

Mengingat penerapan ambang batas pencalonan presiden ( Presidential thershold ) itu 20 persen perolehan kursi di DPR, masih menjadi perdebatan,  sebab penerapan ambang batas 25 persen suara akan  mengubur partai kecil mencalonkan Presiden apalagi maju sebangai independen hal yang mustahil.

Pada akhirnya masyarakat dipaksa untuk menerima, kalau saja ambang batas Presiden  dihapus akan banyak masyarakat memilih konstestan Pilpres yang benar-benar mampu memimpin Indonesia 5 tahun kedepan.

Selain itu aturan ambang batas Presiden memaksa partai-partai gurem mengikuti kemauan partai besar dalam pencalonan Presiden.

"Menurut pengamat Komunikasi Universitas  Esa Unggul Jakarta yang juga mantan Dosen IISIP Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, partai besar akan semena-semena menentukan siapa yang akan diusung pada setiap pilpres. "Masyarakat akhirnya harus menerima capres dan cawapres yang diputuskan partai besar," demikian kata Jamaludin dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin (24/5)

"Akibatnya pasangan  yang diajukan  setiap  Pilpres menjadi terbatas. Celakanya pasangan yang kerap kali diajukan tidak diharapkan sebagian masyarakat karena pertimbangan banyak hal, kata M. Jamiluddin Ritonga, yang juga pernah menjadi dosen penulis.(dm).

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline