Menulis adalah kreativitas merangkai kata sebagai sebuah ekpresi sekaligus memberikan manfaat bagi orang yang membaca. Setiap penulis memiliki kreativitas yang berbeda dengan penulis yang lain. Andai beberapa orang dihadapkan pada objek, waktu dan tempat pengamatan yang sama, mereka tentu punya hasil tulisan yang tak serupa.
Apakah menulis itu penting?
Bagai mereka yang telah mahir menulis tentunya punya kesan tersendiri.
Lalu, bagaimana dengan penulis pemula?
Sebagai penulis pemula tentunya saya memiliki pengalaman tersendiri perihal kepenulisan. Menulis pada awalnya bagi saya sebagai aktivitas yang membosankan. Bagaimana tidak, saya selalu membayangkan seorang penulis harus duduk berhadapan dengan catatan harian, laptop atau komputer yang disampingnya banyak tumpukan buku sebagai refrensi. Melihat dan membaca buku yang tebal saja saya sudah merasa bosan, apalagi menulis.
Pandangan saya ini, mulai berubah ketika saya melanjutkan pendidikan ke perguruaan tinggi. Di Yogyakarta saya menemukan dan belajar banyak hal baru, termasuk menulis. Minat menulis pun mulai tumbuh. Saya mulai belajar menulis. Banyak orang menyebut penulis pemula adalah penulis amatiran. Tapi saya menilai bahwa saya pun tak layak masuk dalam kelas penulis amatiran itu. Saya tidak tahu apa yang harus saya tulis dan bagaimana saya harus mulai menulis. Betapa sulitnnya saya menetaskan kalimat pertama. Saya pun mulai Googling tips-tips menulis. Selain itu saya juga menyempatkan diri untuk ikut pelatihan jurnalistik yang diadakan SwaraKampus. Juga pernah sekali mengikuti pelatihan menulis bersama Komunitas Kamis Menulis yang diprakarsai oleh Harian Bernas. Dari semua pelatihan dangoogling, saya menemukan hal yang sama yakni jika kita ingin menjadi penulis maka menulislah.
Selain googling, saya juga sering membukayoutube dan mendengarkan para penulis hebat berbagi pengalaman menulis. Saya sangat kagum saat menonton beberapa penulis cilik berbakat menceritai pengelaman mereka. Misalnya, Muthia Fadhila Khairunnisa yang mulai menulis sejak usia sembilan tahun dan telah menghasilkan puluhan buku. Ada juga Aurelia Prinisha yang katanya mulai menulis sejak usia lima tahun pada potongan-potongan kertas. Hebatnya lagi ia menulis cerita dalam bahasa inggris.
Saat menonton itu, saya membayangkan keadaan pada saat saya berusia lima sampai sembilan tahun. Sungguh amat jauh berbeda. Andai saja saya punya bakat dan kemauan menulis pada usia itu maka saya akan menulis tentang kondisi sekolah kami yang beratapkan alang-alang, berdinding bambu dan berlantai tanah. Atau sepulang sekolah saya dan teman – teman menangkap tonggeret menggunakan getah nagkah, memasang jerat burung puyuh, atau ke kebun.
Menulis tidak harus saat dewasa dan ketika dewasa anda punya kemauan untuk menulis maka menulislah!
Betapa beruntungnya saya dipertemukan dengan seorang dosen yang juga seorang penulis. Setelah mengikuti mata kuliahnya, kami selalu berbagi pengalaman menulis diruangannya selama beberapa semester. Beliau memotivasi bahwa menulis itu indah. Segeralah menulis. Iya memberikan banyak tips menulis seperti yang ia tulis dalam bukunya yang berjudul Menulis Seajaib Jin Menulis. Bukan hanya ilmu kepenulisan saja tetapi pelajaran hidup juga ia wariskan. Dan hal itulah membuat pertemuan singkat bersamanya menjadi pengalaman spesial.
Pada saat itulah saya mulai menulis. Menulis apa yang saya pikir, lihat dan rasa. Menulis tanpa harus menilai benar atau salah karena ada waktunya tersendiri untuk mengeditnya. Saya percaya bahwa sebuah tulisan yang baik harus melalui tahap perbaikan dan bukan sekali jadi. Kesalahan terbesar saya saat belajar menulis adalah tidak meluangkan waktu untuk menulis, tidak memanfaatkan teknologi dengan baik dan kurang membaca. Suatu ketika laptop saya rusak dan semua data kuliah termasuk catatan kotor (sebutan pribadi untuk daftar tulisan) hilang. Sisa tulisan saya hanya tersimpan dalam daftar berita terkirim pada surat elektronik berupa sebuah berita yang pernah dimuat oleh Harian SwaraKampus Kedaulatan Rakyatdan opini yang tak lolos dari ruang redaksi. Singkatnya saya mendapat banyak ilmu tapi tidak produktif dalam menulis.