Lihat ke Halaman Asli

Dedik Santosa

Wiraswasta

2 Tahun Tinggal di Timika Papua, Pernah Dikejar Anak-anak Membawa Panah

Diperbarui: 7 Juni 2020   16:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tahun 2012 hingga 2014 saya berkesempatan untuk tinggal di Timika, kota yang ada di Papua yang terkenal dengan julukan kota dollar. 

Pertama kali datang sempat takut, lantaran ada kerusuhan antar suku di lapangan kota. Dan disana mereka berbekal senjata seperti panah, tombak dll. 

Awal - awal tinggal disana, selain waspada dengan penyakit malaria, yang tidak kalah penting untuk diwaspadai adalah bagaimana menjaga komunikasi dengan warga setempat. Karena jujur, untuk memulai komunikasi butuh pendekatan khusus, karena kita khawatir. 

Padahal penduduk asli itu baik - baik dan ramah, hanya saja saat ada masalah dengan kelompok tertentu bahkan antar suku disana biasa terjadi miss komunikasi yang berujung konflik. 

Pernah juga suatu kali, keadaan di kota hening lantatan ada konflik, yang mana penyebabnya adalah ada kepala suku yang ditemukan meninggal tanpa kepala. Hingga akhirnya berujung informasi - informasi yang simpang siur, akhirx ada kelompok yang melakukan kekerasan tanpa memandang siapa saja. 

Jujur, sebenarnya kehidupan di kota ini cukup enak, apalagi untuk mencari rejeki. Jualan cilok saja, rasanya tidak sulit ngomzet 500 ribu perhari. 

Tahun 2019, saya sempat mencoba melamar kerja di sekokah milik perusahaan emas disana, ada panggilan test namun belum bisa datang. Sebenarnya itu kesempatan yang bagus. Saat ini saya lebih mempelajari intrnet marketing dengan memulai sebuah blog yang bernama BrOOnet.com

Tantangan disana adalah rawannya penyakit malaria dan kondisi sosial yang menurut saya cukup sensitif. Sebenarnya ada malasalah ada penyebabnya. Dan komunikasi sangat penting dikedepankan. 

Pernah saat jalan saya tiba tiba dikejar oleh anak - anak yang membawa panah mainan, dan teriak - teriak. Panah om itu,  panah om itu. Saya pun lari terbirit - birit, padahal mereka mungkin hanya bercanda. Tapi, jujur jantung saya berdetak kencang. Haha




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline