Pendahuluan
Dalam salah satu postingan di Instagram, Prof. Rhenald Kasali memperkenalkan konsep "Living Long, Dying Alone" sebagai fenomena baru yang mencerminkan kehidupan masyarakat modern. Gaya hidup urban, individualisme, serta kemajuan teknologi yang mempermudah segalanya, tanpa sadar telah menciptakan ironi dalam kehidupan manusia: hidup lebih lama tetapi dengan kesepian yang semakin menakutkan. Fenomena ini menggambarkan kondisi di mana seseorang hidup dengan kesehatan dan umur panjang, tetapi menghadapi akhir hidup tanpa keluarga atau orang-orang terdekat di sekitarnya. Sering kita mendengar di beberapa tempat orang tua yang menyendiri dan meninggal dunia dalam kesendirian. Bahkan sepasang suami-istri yang sudah tua ditemukan meninggal dunia dalam kondisi yang telah membusuk. Mereka bukan tidak mempunyai anak dan kerabat, tetapi tak seorang pun yang mendampingi kedua orang tua tersebut. Sungguh berita yang menggenaskan.
Kita coba melihat fenomena tersebut dari berbagai sudut pandang, mulai dari penyebabnya, dampaknya terhadap kehidupan sosial, hingga solusi untuk menghadapinya.
Fenomena "Living Long, Dying Alone"
Dengan semakin membaiknya taraf ekonomi, seseorang yang telah meraih apa yang diusahakannya di dunia ini, ingin menikmati hasil lebih lama. Dapat hidup lebih lama adalah mimpi banyak orang. Ditunjang dengan kemajuan di bidang kesehatan, angka harapan hidup manusia terus meningkat. Namun, di balik itu, ada tantangan besar yang kerap luput dari perhatian: kesepian.
1. Penyebab Utama Fenomena Ini
- Individualisme yang Menguat
Di era modern, terutama di kota-kota besar, individualisme menjadi budaya yang mendominasi. Anak-anak muda memilih fokus pada karier dan ambisi pribadi. Keluarga besar yang dulu menjadi tempat berkumpul kini tergantikan oleh koneksi digital yang kurang intim.
- Pergeseran Nilai Sosial
Kehidupan yang serba cepat membuat nilai kebersamaan dalam keluarga semakin terkikis. Banyak orang tua lanjut usia yang tinggal sendiri karena anak-anak mereka sibuk bekerja atau memilih tinggal terpisah.
- Fenomena Childless Society
Di beberapa negara maju, tingkat kelahiran menurun drastis. Banyak pasangan yang memilih tidak memiliki anak mengingat tingginya beban ekonomi yang akan mereka tanggung jika memiliki anak beberapa orang. Ketika usia lanjut tiba, mereka menghadapi risiko hidup tanpa keluarga inti.
2. Dampak Psikologis dan Sosial
Kesepian tidak hanya menyakitkan secara emosional tetapi juga berpengaruh pada kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam kesepian memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, dan gangguan jantung.
Sudah Terjadikah di Indonesia?
Meskipun Indonesia dikenal dengan budaya kekeluargaan yang kuat, fenomena ini mulai terlihat, terutama di kota-kota besar. Anak-anak muda yang merantau untuk bekerja sering kali meninggalkan orang tua mereka di kampung halaman. Teknologi yang mempermudah komunikasi tidak cukup menggantikan kehadiran fisik yang penuh makna.
Menghadapi Tantangan: Solusi untuk Mengatasi Kesepian
Bagaimana kita sebagai masyarakat bisa mencegah fenomena "Living Long, Dying Alone" menjadi krisis sosial yang meluas? Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Menguatkan Kembali Nilai Kekeluargaan
Kita perlu menghidupkan kembali tradisi berkumpul dengan keluarga, baik dalam acara kecil maupun besar. Meluangkan waktu untuk berkomunikasi langsung dengan orang tua atau anggota keluarga lainnya adalah langkah awal yang penting.