Makroprudensial Aman Terjaga, Manfaatkan Produk Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan
Ada sebuah film Hollywood tahun '80-an. Maaf lupa lagi judulnya. Menceritakan sekawanan gangster yang berhasil melumpuhkan perekonomian sebuah negara hanya dengan cara merampok brankas seluruh jalan tol yang ada di negara itu. Para penjahat cerdas tersebut memiliki perhitungan brilian.
Mereka mengkalkulasi bahwa di brankas-brankas jalan tol itulah tersimpannya trilyunan dana kontan masyarakat. Ketika seluruh uang recehan menghilang di pasaran, hingga sangat mengganggu jalannya semua transaksi keuangan publik, saat itulah para gangster tersebut menekan si pemerintah untuk mengikuti kemauannya.
Mungkin masih ingat pula, ketika Krisis Moneter (Krismon) 1998 melanda Indonesia, ini ulahnya spekulan ulung George Soros, kepercayaan renternir kakap Baron Guy De Rosdhild untuk wilayah Asia. Berhasil melumpuhkan hampir semua negara di Asia, termasuk Indonesia. Hingga melengserkan penguasa 32 tahun negeri ini, Soeharto,
Secara makro, saat itu Indonesia mengalami kelumpuhan parah. Tapi secara mikro tidak. Perekonomian Indonesia masih mampu bertahan hingga saat ini. Karena masyarakat lapisan bawah kita masih memegang uang kontan di saku-saku pribadinya. Itu yang tidak diperhitungkan Soros dari Indonesia.
Saat Krismon menguras kocek golongan berduit kelas atas yang sangat bergantung pada surat-surat berharga dan berbagai macam investasi saham yang dimilikinya, masyarakat menengah ke bawah justru masih bisa bersukacita. Mereka masih bisa berbelanja sesuka hatinya.
Setiap hari mall-mall penuh, tempat-tempat kuliner selalu padat pengunjung, pasar-pasar tradisional tetap beraktivitas 24 jam penuh, orang-orang di pedesaan bisa mudah mendapatkan kendaraan bermotornya, masyarakat bisa ber-traveling kemana saja, serta menikmati berbagai kesenangan lainnya.
Sikap gemar memegang uang kontan tersebut, hingga kini masih menjadi pilihan masyarakat menengah ke bawah untuk melakukan berbagai transaksi keuangannya.
Tatkala ada upaya kalangan perbankan dengan seizin pemerintah menggiringnya ke cara pembayaran baru yang menawarkar kemudahan dan privilege, mereka menanggapinya acuh tak acuh. Kalau toh harus menggunakannya, itu tidak lebih karena faktor keterpaksaan saja.
Salah satu produk keuangan yang ditawarkan kalangan perbankan dan lembaga selain bank atas perizinan dari Bank Indonesia yang sejak 2009 digulirkan ke masyarakat adalah e-Money (Electronic Money).
Terdapat 20 penerbit e-Money yang terdiri dari 9 bank dan 11 lembaga selain bank. Peraturan tentang e-Money diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik /Electronic Money (Data Bank Indonesia per Juli 2016).